JAKARTA - Terjadi kenaikan klaster COVID-19 di perkantoran DKI Jakarta saat ini. Pada periode 5-11 April 2021, ada 157 kasus COVID-19 di 78 perkantoran. Lalu pada 12-18 April, jumlah kasus bertambah jadi 425 orang di 177 kantor. Artinya, ada penambahan 268 pasien dalam satu minggu.
Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman memetakan ada tiga penyebab meningkatnya penularan COVID-19 di lingkungan kerja.
Pertama adalah abainya pemerintah atau belum memadainya respons yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengendalian pandemi, terutama di aspek testing, tracing, treatment (3T), dan edukasi vaksinasi.
"Ini harus dievaluasi oleh pemerintah setempat. Karena bisa jadi ada salah satu di metode 3T yang tidak kuat. Ini tentu bisa kelihatan dari positivity rate, yang masih di atas 5 persen," ujar Dicky kepada VOI, Kamis, 29 April.
Faktor kedua, lemahnya protokol kesehatan yang diterapkan di perkantoran atau tempat kerja itu. Bahkan, bisa saja penerapan protokolnya yang salah.
Dicky memberi contoh, mulai banyak rapat tatap muka (offline meeting) dilakukan di tengah situasi yang belum terkendali. Selain itu, jumlah pegawai yang mulai bekerja di kantor atau work from office (WFO) cenderung meningkat atau mendekati situasi sebelum pandemi.
BACA JUGA:
Dicky meminta perusahaan memahami bahwa orang yang divaksinasi bukan tidak mungkin untuk terinfeksi COVID-19. Hanya saja, mengurangi risiko kesakitan dan kematian ketika tertular.
"Ini yang salah kaprah juga. Bekerja di rumah (WFH) harus terus dijaga. Walaupun orang itu yang tadinya komorbid dan bekerja di rumah karena berisiko tinggi, terus sudah divaksin, dia disuruh masuk kantor, itu salah," tutur dia.
"WFH adalah salah satu intervensi yang paling realistis di Indonesia saat ini. Karena pekerjaan perkantoran ini mereka mendapat penghasilan rutin bulanan, beda dengan orang yang tidak punya penghasilan tetap," tambahnya.
Lalu, faktor ketiga penyebab klaster perkantoran ini adalah lemahnya monitoring evaluasi terhadap kesehatan kerja, di kantor-kantor.
"Tentu ini harus ada peran pemerintah seperti kementerian tenaga kerja dan Dinas Tenaga Kerja dan juga dengan Dinas Kesehatan. Pengawasan dan evaluasi ini harus di tingkatkan. kalau enggak ada monitoring, ya perusahaan akan abai," pungkas Dicky.