Azis Syamsuddin Makin 'Terpojok', Disebut dalam Kasus Suap dan Ruang Kerja Hingga Rumahnya Digeledah KPK
Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin. (Puspa Perwitasari/Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Keterlibatan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam dugaan suap penghentian pengusutan perkara yang menjerat salah seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari unsur kepolisian, Stepanus Robin Pattuju terus didalami. 

Nama Azis disebut sebagai pihak yang mengenalkan Stepanus dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, yang jadi pihak berperkara dalam kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Adapun perkenalan ini terjadi di rumah dinas politikus Partai Golkar tersebut.

Sebagai langkah pengusutan kasus ini, KPK kemudian melakukan pencarian barang bukti. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, ada tiga lokasi yang digeledah oleh para penyidiknya untuk mencari bukti atas peran serta Azis dan salah satunya adalah ruangannya di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta.

"Penyidik KPK (melakukan, red) geledah di berbagai lokasi yaitu ruang kerja di DPR RI, rumah dinas, dan rumah pribadi," kata Firli dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 28 April.

Eks Deputi Penindakan tersebut tak menjelaskan secara rinci barang bukti apa saja yang ditemukan oleh penyidiknya. Sebab, penggeledahan masih berlangsung ketika dia mengirimkan keterangan tertulisnya tersebut.

Tak hanya itu, Firli juga meminta masyarakat bersabar dan mengikuti kasus ini. Kesabaran dibutuhkan karena KPK perlu waktu untuk mencari barang bukti dalam perkara suap tersebut.

"KPK akan bekerja keras untuk mencari bukti-bukti dan seseorang dapat menjadi tersangka karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan kecukupan alat bukti," tegasnya.

Adanya giat penggeledahan ini juga dibenarkan oleh Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Habiburokhman. Kata dia, tim penyidik komisi antirasuah datang ke ke Gedung Pimpinan DPR, yakni Gedung Nusantara III pukul 18.00 WIB. 

Ruang Azis Syamsuddin sendiri berada di lantai 4. Para penyidik kemudian naik lift membawa 5 koper. 

"Iya benar. Tadi ada dari KPK periksa ruangan Pak Azis sesuai tupoksi MKD kami mendampingi," ujar Habiburokhman, Rabu, 28 April.

Dia mengatakan sebelumnya ada kegiatan di luar sebelum mendampingi KPK. "Saya dari dapil ke sini dari Cawang," sambungnya.

Dirasa perlu segera periksa Azis

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menegaskan KPK harusnya segera memeriksa Azis. Apalagi, dalam dugaan suap ini peran Wakil Ketua DPR RI itu disebutkan secara terang sebagai pihak yang diduga memfasilitasi pertemuan antara Stepanus dan Wali Kota Tanjungbalai.

Tak hanya itu, KPK juga telah menyebut Azis meminta secara khusus pada Stepanus agar membantu penanganan kasus korupsi yang sedang berjalan.

"Pemeriksaan Azis sebagai Saksi juga bertujuan untuk mengklirkan bagaimana Wakil Ketua DPR RI itu dapat mengetahui seluk beluk penanganan perkara di KPK," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya.

Misalnya dugaan yang disampaikan dalam pengumuman perkara itu terbukti, maka seharusnya KPK menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka dengan dugaan melanggar Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor.

Pasal ini mengatur ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

"Hanya ada satu pilihan bagi KPK, yakni menaikan status perkara ke penyidikan dan menetapkan Azis sebagai tersangka dengan dugaan melanggar Pasal 15 UU Tipikor," tegasnya.

Kasus ini diawali setelah KPK menetapkan penyidiknya, Stepanus Robin Pattuju, seorang pengacara bernama Maskur Husain, dan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai. 

Stepanus Robin Pattuju bersama Maskur Husain diduga telah menerima suap dari M. Syahrial sebesar Rp 1,3 miliar dari kesepakatan Rp 1,5 miliar. Suap itu diberikan agar Stepanus membantu menghentikan penyelidikan dugaan jual beli jabatan di Tanjungbalai yang sedang diusut KPK.

Selain suap dari Syahrial, Markus Husain juga diduga menerima uang sebesar Rp 200 juta dari pihak lain. Sedangkan Stepanus dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama Riefka Amalia, sebesar Rp438 juta.