Rekam Jejak Mendikbud Ristek Nadiem Makarim dan Kontroversinya
Nadiem Makarim kini mengemban tugas tambahan dengan peleburan Kemendikbud Ristek (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Nadiem Makarim kini mengemban tugas tambahan. Bila sebelumnya hanya mengurusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem kini juga menaungi ristek dan teknologi di kementerian Kemendikbud-Ristek.

Nadiem Makarim dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu, 28 April.  Keputusan tentang pengangkatan Nadiem sebagai menteri tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Pembentukan dan Pengupahan Kementerian serta Pengangkatan Beberapa Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.

"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara. Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab," bunyi sumpah jabatan Nadiem di hadapan Presiden Jokowi.

Siapakah Nadiem Makarim?

Bernama lengkap Nadiem Anwar Makarim. Lahir di Singapura, 4 Juli 1984. Nadiem merupakan anak ketiga dari pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri. Sang ayah, Nono Anwar Makarim merupakan pengacara dan aktivis di Indonesia. Sementara, sang ibu Atika Algadri merupakan putri salah satu perintis kemerdekaan Indonesia, Hamid Algadri.

Nadiem Makarim telah menikah dengan Franka Franklin dan dikaruniai satu orang anak perempuan bernama Solara Franklin Makarim.

Nadiem Makarim mengenyam pendidikan dasar hingga SMA dengan berpindah-pindah dari Jakarta dan Singapura. Pendidikan tingkat SMA ditempuh Nadiem di Singapura. Kuliah Nadiem pun ditempuh di universitas berstatus Ivy League.

Karier Nadiem Makarim bermula saat ia menjadi konsultan manajemen di McKinsey & Company di Jakarta. Di perusahaan tersebut, Nadiem bekerja selama tiga tahun.

Kemudian, ia pindah ke Zalora Indonesia dan memegang posisi Co-Founder dan Managing Editor selama satu tahun. Setelah itu, Nadiem Makarim berpindah ke perusahaan layanan pembayaran non-tunai, KartuKu, dan menjabat sebagai Chief Innovation Officer pada rentang waktu 2013-2014.

Akhirnya, Nadiem Makarim memutuskan untuk mendirikan perusahaan sendiri. Nadiem mengaku, ia terinspirasi mendirikan Gojek karena ia sering menggunakan layanan transportasi ojek ke kantor. Ia ingin menggabungkan teknologi dan ojek menjadi inovasi baru.

Kehadiran Gojek menjadi layanan transportasi umum dengan 'rasa baru' di Indonesia. Tak hanya transportasi, Gojek juga menawarkan layanan lain seperti pesan antar makanan, pijat, bersih-bersih rumah, platform pembayaran digital, pengiriman barang, layanan belanja, hingga layanan membeli obat.

Kini, Gojek berstatus decacorn atau perusahaan dengan valuasi di atas 10 miliar dolar AS.

Saat ini, Gojek telah diunduh 125 juta, memiliki lebih dari 300.000 merchants, dan beroperasi di 207 kota/kabupaten di Indonesia. Gojek juga sudah berekspansi ke mancanegara, yakni Vietnam, Thailand, dan Singapura.

Dekat dengan Joko Widodo

Nadiem Makarim juga menjadi salah satu tokoh yang dekat dengan Presiden Joko Widodo. Hal ini terlihat dari kesempatan di mana Nadiem Makarim mendampingi Joko Widodo ke Silicon Valley, Amerika Serikat pada Oktober 2015 lalu.

Saat itu, Nadiem bersama para petinggi perusahaan startup lain seperti pendiri Tokopedia William Tanudjaya, pendiri Kaskus Andrew Darwis, dan pendiri Traveloka Ferry Unardi. Saat itu, Nadiem mengutarakan alasan dirinya ikut serta. Yakni, ingin mempromosikan Indonesia kepada investor global.

Kemudian pada peluncuran layanan Gojek di Vietnam, Go-Viet, September 2018 lalu, Nadiem Makarim mengundang Presiden Joko Widodo.

Dalam acara tersebut, Presiden Joko Widodo bahkan hadir langsung bersama sejumlah menteri.

Perjalanan Nadiem menjadi Mendikbud Ristek tentu tak lepas dari banyaknya kritik soal evaluasi kebijakan kontroversialnya. Bahkan, diawal menjabat Mendikbud, Nadiem pun sudah banyak yang mempermasalahkan.

Berikut kebijakan paling kontroversi Nadiem yang dikritik kalangan anggota dewan:  

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)

Kalangan dewan mempertanyakan kebijakan Nadiem yang memperpanjang pembelajaran jarak jauh (PJJ). Cara tersebut memang baik dalam mengurangi penyebaran COVID-19, namun di satu sisi Kemendikbud dinilai tidak punya terobosan.

Anggota Banggar Fraksi Nasdem DPR, Percha Leanpuri mengatakan, sebagai pencipta teknologi yang sangat terkenal di Indonesia, harusnya Nadiem bisa juga menciptakan terobosan teknologi di sistem pendidikan RI.

Menurut anggota Komisi VI DPR itu, dalam PJJ masih banyak sekolah yang menggunakan aplikasi pembelajaran yang berbeda. Bahkan dalam satu sekolah hanya beda guru saja bisa menggunakan platform pembelajaran beda.

Apalagi dibandingkan antara sekolah di pusat dan di daerah sangat berbeda jauh. Sehingga ia meminta Nadiem bisa menciptakan hal tersebut selain platform yang seragam.

"Webinar saat ini menggunakan aplikasi beda-beda. Apakah nanti pak Menteri sebagai ahli teknologi, bisa ada terobosan aplikasi yang seragam dalam pembelajaran ini?" ujarnya di Ruang Rapat Banggar, Rabu, 15 Juli.

Program Organisasi Penggerak (POP)

Belum selesai soal PJJ, Kemendikbud dibawah Nadiem mengeluarkan kebijakan Program Organisasi Penggerak (POP) yang dinilai justru membuat gaduh.

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Gerindra, Ali Zamroni, mengatakan dalam Rapat Kerja Komisi X dengan Menteri Nadiem beberapa waktu lalu, disebutkan total pembiayaan yang dibebankan pada APBN dalam program ini mencapai hampir Rp600 miliar.

"Cukup ironi saat ini ada tiga organisasi besar yang telah menyatakan mengundurkan diri dalam program organisasi penggerak, yaitu NU, Muhammadiyah, dan PGRI. Kita tahu betapa ketiga organisasi ini berkontribusi membangun dunia pendidikan di Indonesia sejak lama dan informasi tidak lolosnya beberapa organisasi yang sudah layak seperti Muslimat NU, Aisyiyah, IGNU, dan lainnya," ujar Ali Zamroni, Senin, 27 Juli.

Menurut Ali, semestinya yang malu dan mengundurkan diri dari program ini yaitu lembaga swasta besar seperti Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, bukan NU, Muhammadiyah, dan PGRI. Ali mengaku tidak kaget dengan kegaduhan yang dibuat Menteri Nadiem saat ini karena sejak dilantik sampai sekarang, banyak kebijakan Nadiem yang kontroversial.

Hilangnya Frasa Agama di Peta Jalan Pendidikan (PJP) 

Visi Pendidikan 2035 yang disusun dalam Peta Jalan Pendidikan dikritik karena tidak mencantumkan frasa agama. 

Anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf, dengan tegas meminta Kemendikbud mencabut draf Peta Jalan Pendidikan karena perkara tersebut. DPR sendiri memiliki dua catatan terkait rumusan itu.

Pertama, Peta Jalan Pendidikan harus merujuk pada UU Nomor 15 Tahun 2019 atas perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, yang mengatur bahwa peraturan presiden hanya mungkin dikeluarkan bila ada perintah UU dan perintah pemerintah. Selama hal tersebut tidak terpenuhi, kata dia, maka Peta Jalan Pendidikan tidak bisa dijadikan peraturan presiden.

Kedua, Muzammil juga mendapati bahwa progres konsep Peta Jalan Pendidikan saat ini tidak sesuai dengan awal diajukan.

"Kami khawatir mindset dari pembuatan yang disebut perpres atau peta jalan ini memang sejak awal sudah tidak merujuk kepada semangat konstitusi dan UU pendidikan," katanya, Senin, 8 Maret.