Kontroversi Kemendikbud dan Nasib Nadiem di Kabinet
Mendikbud Nadiem Makarim bersama Presiden Joko Widodo (Foto: Instagram @nadiemmakarim)

Bagikan:

JAKARTA - Isu reshuffle jilid 2 terus bergulir, dengan dipastikannya Presiden Joko Widodo melantik dua menteri baru dalam waktu dekat ini. Seperti diketahui, kabar reshuffle datang setelah DPR menyetujui permintaan pemerintah terkait adanya 2 kementerian baru. Yakni, penggabungan Kementerian Pendidikan dan Ristek, serta Kementerian Investasi.

Namun, hingga kini Jokowi belum juga mengumumkan hasil perombakan kabinetnya. Berbagai pihak pun ikut menebak siapa saja pejabat menteri yang akan direshuffle.

Belakangan, nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kian santer terseret dalam kategori menteri yang layak diganti. Sejumlah kalangan menyebut, Nadiem patut direshuffle lantaran kebijakannya sering menuai kontroversi. 

Bahkan sejak baru dilantik, bos Gojek itu pun sudah dihujani kritik. Mendikbud Nadiem menjadi sorotan lantaran tidak ada frasa 'agama' dalam draf Peta Jalan Pendidikan untuk tiga dekade mendatang.

Absennya kata itu memunculkan kontroversi. Draf Peta Jalan Pendidikan memuat visi pendidikan 2035, begini bunyinya:

Visi Pendidikan Indonesia 2035. Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir kemudian menyoroti bunyi kalimat di atas. Dia tidak menemukan 'agama' dari draf rumusan paling akhir tanggal 11 Desember 2020. Haedar menilai Peta Jalan Pendidikan ini sudah bertentangan dengan konstitusi karena tidak memuat 'agama'.

"Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?" kata Haedar Nashir dalam rilis di laman resmi Muhammadiyah seperti dikutip Minggu, 7 Maret.

Dengan absennya 'agama' dari draf Peta Jalan Pendidikan, maka anak-anak di negeri Pancasila ini bisa kena dampaknya. Dia mengacu pada ayat 5 Pasal 31 UUD Negara 1945. Begini bunyinya:

Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

Jelas ada 'nilai-nilai agama' dalam ayat konstitusi itu. Seharusnya, menurut Haedar, Peta Jalan Pendidikan juga memuat nilai-nilai agama. Dia menyimpulkan, Peta Jalan Pendidikan tidak sejalan dengan Pasal 31.

Akan tetapi nasib bagus masih menyelimuti Nadiem untuk terus bertahan dalam kabinet. 

"Memang Nadiem siap terima risiko dan dia akan jalan terus (meski banyak kritik, red), cuma risikonya kepada guncangan politik dan pendidikan menurut saya perlu tertata semua. Jadi saya pikir di persimpangan jalan Nadiem ini. Kalau presiden dapat tekanan luar biasa dan menyerah tentu akan berganti," ujar mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), Fasli Jalal, kepada wartawan, Rabu, 14 April.

Fasli pun menyoroti Nadiem beberapa kali terlibat kontroversi untuk hal yang tidak terlalu substansial. Dia menilai pernyataan Nadiem kadang tidak masuk akal dan sulit dipahami.

"Ada jargon-jargon pendekatan yang kadang kalau dipahami benar tidak seperti itu, tapi kadang-kadang dipakai untuk menyerang beliau bahwa kurang falsafah agama, kurang masuk, kemudian apalah. Dia pada hari pertama dulu dia hadir wisuda di mana guru besar dengan toga kebesarannya dia memakai jins, itu juga sempat heboh. Tapi dari awal saya sabar saja," kata Fasli Jalal.

Fasli lantas memberikan saran evaluasi positif untuk Kemendikbud. Menurutnya, presiden bisa mempertimbangkan melantik wakil menteri dengan background akademisi.

"Kita beri kesempatan dia untuk bekerja lebih keras. Mudah-mudahan Nadiem makin berpengalaman, dia kan orang baru enggak mungkin orang baru langsung sukses. Mungkin cari Wakil Menteri senior yang orang dekat Presiden tapi juga dihargai di bidang pendidikan. Kalau kombinasi ini saya kira lebih baik," sarannya.

Beberapa waktu lalu, sedang ribut soal Mendikbud Nadiem Makarim yang menghapus Pancasila dari daftar mata kuliah wajib seiring terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP). 

Tak pelak lagi, Nadiem menjadi sasaran kecurigaan. Dia diduga tidak punya pemahaman tentang Pancasila, dsb. Setelah dikritik keras di sana-sini, akhirnya Menteri Nadiem merevisi PP ini. Pancasila dan bahasa Indonesia tetap wajib diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi.

Belum satu pekan, Kemendikbud kembali bikin gempar dengan beredarnya naskah Kamus Sejarah Indonesia yang tidak mencantumkan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Hasyim Asy'ari, sebagai tokoh yang berperan besar dalam sejarah perjuangan dan kemerdekaan. 

Hal ini pun langsung dikritik oleh PBNU dan parpol islam seperti PKS dan PKB. Terkait itu, Kemendikbud mengaku buku sejarah tersebut bukan resmi dari lembaganya.

PKB yang notabanenya banyak kalangan NU meminta Kemendikbud mengaudit pengadaan buku ajar tersebut. Jika perlu, Kemendikbud segara menarik Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dari peredaran agar tidak kualat oleh ulama.

"Saya khawatir Kemendikbud ini kesusupan aliran anti Pancasila. Sebab Belakangan ini banyak kejadian yang aneh-aneh. Pak Nadiem juga harus ingatkan anak buahnya. Ingat Jas Hijau, Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama, nanti bisa kualat!," ujar Wakil Ketua DPP PKB, Jazilul Fawaid di Jakarta, Selasa, 20 April. 

Adanya penggabungan kementerian dan sederet kontroversi, akan kah Nadiem bebas dari reshuffle Jokowi?

Menyoal likuidasi kementerian, Pengamat politik dari LIMA, Ray Rangkuti menilai Nadiem Makarim bakal kerepotan jika menaungi dua kementerian sekaligus. Yakni, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset dan Teknologi jika jadi dilebur.

"Nadiem saya kira akan kerepotan kalau sampai ngurus juga masalah terkait riset. Mungkin kalau Kemendikbud masih bisa ditangani, tapi kalau risetnya gimana? Karena ini bukan kerjaan yang bisa dilakukan dengan sambil lalu," ujar Ray kepada VOI, Rabu, 15 April.

Sedangkan, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto, menilai yang rawan untuk direshuffle adalah Mendikbud, Nadiem Makarim. Di mana dalam sejarah Kementerian Dikbud itu anomali, karena biasanya jatah kursi Menteri Dikbud itu diberikan ke ormas besar dengan latar politik representasi.

"Di situ biasanya ormas Muhammadiyah. Itu makanya kemarin waktu reshuffle pertama pak Jokowi sempat membagi kementerian ditawari ke prof Abdul Mu'ti tapi kan ditolak. Karena posisi Muhammadiyah biasanya menteri, ini juga apakah pak Jokowi kembali melakukan politik akomodasi khalayak kunci terutama Muhammadiyah yang sampai hari ini belum merasa puas. Nah Nadiem menurut saya akan ada potensi terancam," bebernya.

Sementara, pengamat politik Karyono Wibowo menilai, jika Nadiem Makarim masih menjabat sebagai Kemendikbud sekaligus Ristek maka akan menjadi beban berat tugasnya.

"Mendikbud apalagi ditambah ristek ini kan bebannya berat. Karena itu menurut saya karena ini dunia pendidikan dan menyangkut riset dan teknologi maka lebih baik diisi orang-orang yang memiliki rekam jejak profesional di bidangnya," jelas Karyono kepada VOI, Selasa, 20 April.

"Posisi ini pun harus steril dari kepentingan politik dan ikatan premordial serta semua kepentingan politik. Sehingga diharapkan Kemendikbud Ristek benar-benar bisa mewujudkan harapan masyarakat untuk menciptakan manusia cerdas. Selain profesional yang punya kompetensi dan rekam jejak panjang di bidang ini diperlukan posisi wakil menteri lah," tambahnya.

Kalaupun Nadiem Makarim masih dipertahankan sebagai Mendikbud, Karyono berpendapat perlu ada sosok wakil menteri menemani mantan bos Gojek itu. Sebab, kata Karyono, kebudayaan dan riset teknologi sama-sama memerlukan perhatian khusus. 

"Kalaupun Nadiem dipertahankan, kan dia dari profesional maka perlu ada wakil menteri. Kalau bisa jangan hanya satu wamennya, bisa dua Dikbud dan Ristek. Karena kebudayaan itu juga membutuhkan perhatian serius dari negara ditengah penetrasi budaya luar yang masuk ke semua lini khususnya pendidikan. Maka kebudayaan penting, perlu ada in-line dunia pendidikan supaya semua berjalan baik fokus perlu ada pembidangan tersendiri," bebernya.

"Walaupun secara kementerian dilebur jadi satu tapi setidaknya harus ada wamen (wakil menteri, red) yang punya tupoksi bidang budaya dan riset teknologi," katanya menambahkan.

Karyono mengakui, sebagai menteri muda Nadiem memiliki banyak gagasan baru. Akan tetapi, jika harus memimpin Kemendikbud Ristek, Nadiem pasti akan 'keteteran'. 

"Saya sih setuju Nadiem Makarim punya gagasan inovasi baru tapi jam terbangnya dia masih belum cukup, pengalaman dia di dunia pendidikan kurang memadai sehingga menurut saya perlu ada proses learning by doing. Dia bagus tapi kalau ditugasi sebagai menteri pendidikan kebudayaan dan ristek, masih belum mampu, itu terlalu berat," papar Karyono.

Dia pun mengusulkan, jika Nadiem masih bertahan di kabinet maka lebih cocok menjadi wakil menteri di Kemendikbud Ristek. Sementara, menterinya diambil dari kalangan yang sudah berpengalaman. 

"Kan enggak masalah dia (Nadiem, red) wamen, yang penting untuk bangsa dan negara. Kita butuh inovasi menghadapi revolusi industri 4.0, perlu ada terobosan yang antimainstream yang kadang-kadang diperlukan orang seperti Nadiem," tandas Karyono Wibowo.