Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menyoroti sejumlah kontroversi yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belakangan ini.

Menurutnya, kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu justru menambah beban politik bagi Presiden Jokowi, khususnya di kalangan umat Islam.

Kontroversi tersebut di antaranya, hilang atau tidak adanya frase agama dalam draft/rancangan peta jalan pendidikan nasional (PJPN). Kedua, tidak tercantumnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam peraturan pemerintah yakni PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. 

Ketiga, soal hilangnya nama pendiri NU dan pahlawan nasional K.H. Hasyim Asyari dari buku atau kamus sejarah online yang diterbitkan dan dikelola oleh Direktorat Sejarah, Ditjen Kebudayaan - Kemendikbud.

Wakil Ketua Umum PPP itu mengungkapkan, sejumlah kalangan Nahdhiyin, khususnya yang tergabung dalam Lingkaran Profesional Nahdhiyin (NU Circle) menyampaikan kepadanya bahwa ternyata bukan hanya nama K.H. Hasyim Asyari saja yang tidak muncul dalam kamus sejarah online Kemendikbud tersebut. 

Nama Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun tidak dicantumkan. Diketahui, Gus Dur merupakan cucu dari pendiri NU. 

"Nama Gus Dur juga tidak ditempatkan sebagai tokoh sentral yang dimuat tersendiri dalam peristiwa sejarah," kata Arsul.

Selain itu, ada pula nama tokoh lain yang juga dihilangkan. Seperti nama ayah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Soemitro Djojohadikusumo yang juga berjasa di era pemerintahan Presiden Soeharto.

"Nama Jenderal Sumitro dan ayah kandung Prabowo Subianto, Soemitro Djojohadikusumo, serta tokoh Islam yang juga anggota PPKI, Abdul Kahar Muzakir," sambungnya.

Soal Gus Dur, Arsul menjelaskan, Bapak Pluralisme itu tidak dimasukkan dalam Kamus Sejarah tersebut. Namanya hanya dimunculkan untuk melengkapi sejarah beberapa tokoh, seperti tokoh Ali Alatas yang ditunjuk sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan Gus Dur. Juga disebut untuk melengkapi sejarah tokoh Megawati Soekarnoputri dan Widjojo Nitisastro.

Arsul justru heran dengan munculnya nama Abu Bakar Ba'asyir dalam deretan tokoh sejarah di kamus tersebut. Bahkan, kata dia, sejumlah elemen masyarakat mempertanyakan kepadanya selaku pimpinan MPR RI atas kemunculan nama Abu Bakar Ba’asyir yang termuat di halaman 11. 

"Mengapa nama mantan narapidana kasus terorisme yang menolak membuat pernyataan setia pada ideologi Pancasila ini justru muncul sebagai tokoh pada kamus yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini?," kata Arsul.

Alih-alih mengurangi, Arsul menyebut Kemendikbud justru semakin menambah beban Presiden Jokowi. Terlebih menjelang wacana reshuffle kabinet jilid 2.