Bagikan:

JAKARTA - MPR RI telah resmi mencabut Ketetapan (TAP) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah menyambut dengan senang hati pencabutan TAP MPR tersebut.

Respons Sinta disampaikan saat menghadiri silaturahmi kebangsaan yang diselenggarakan MPR RI di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, Minggu, 29 September.

"Izinkan kami, keluarga KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, untuk menyampaikan apresiasi atas langkah MPR untuk mencabut TAP MPR Nomor II/MPR/2001," ujar Sinta.

Sinta mengatakan, selama ini TAP MPR tersebut menjadi ganjalan besar bagi keluarganya dan masyarakat Indonesia lainnya karena seolah-olah menempatkan Gus Dur sebagai seorang pelanggar konstitusi tanpa pihaknya bisa melakukan banding.

"Seperti tali mati yang tidak pernah bisa kami buka simpulnya, beban yang perlu kami panggul sampai hari ini. Walaupun dengan lahirnya TAP Nomor I/MPR/2023 mengenai peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPRS dan ketetapan MPR RI tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, TAP MPR Nomor II/MPR/2001 secara otomatis tidak berlaku, namun pada kenyataannya ia masih dipakai sebagai rujukan oleh pemerintah untuk banyak hal," jelas Sinta.

"Salah satunya adalah kaitan kurikulum sejarah yang dipelajari anak-anak di sekolah," sambungnya.

Karena itu, Sinta berharap pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 dapat menjadi langkah awal sebuah landasan hukum yang lebih meningkat bagi kepentingan rehabilitasi nama baik Gus Dur ke depan.

"Kami paham pencabutan TAP MPR tersebut bersama dengan TAP-TAP MPR yang menjerat Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, dimaksudkan sebagai langkah untuk melakukan rekonsiliasi nasional suatu yang diperjuangkan pula oleh Gus Dur ketika memimpin bangsa hingga akhir hayatnya. Namun, kami berpandangan bahwa rekonsiliasi tetap harus berdasar prinsip keadilan, agar bisa efektif diterapkan bukan sekedar basa-basi politik semata," kata Sinta.

"Kami berharap rekonsiliasi ini dapat berjalan sebagaimana terjadi di Afrika Selatan semasa Nelson Mandela maupun yang terjadi di Timor Leste pada kemerdekaannya. Maka, kami keluarga Gus Dur menyambut proses rekonsiliasi ini dengan catatan dilakukan tidak dengan setengah hati," pungkasnya.