Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan MPR RI merekomendasikan pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) setelah sepakat mencabut Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggung Jawaban Presiden RI. Rekomendasi ini akan diserahkan kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Hal itu disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam silaturahmi kebangsaan bersama keluarga Gus Dur di Gedung Nusantara V, Minggu, 29 September.

"Jika Presiden Soekarno kita kenal sebagai Bapak Proklamator. Presiden Soeharto, Bapak Pembangunan. Presiden Habibie, Bapak Teknologi. Presiden Megawati, Ibu Penegak Konstitusi. Presiden SBY, Bapak Perdamaian. Dan Presiden Jokowi, Bapak Infrastruktur. Maka Gus Dur adalah Bapak Pluralisme," ujar Bamsoet mengawali sambutannya.

Menurut Bamsoet, keberpihakan Gus Dur pada pluralisme tidak terlepas dari komitmen kuat untuk menegakkan supermasi demokrasi yang berbasis pada kemanusiaan dan keadilan sosial. Bagi Gus Dur, kata dia, memajukan demokrasi haruslah dalam satu tarikan nafas dengan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan atau humanisme dan perjuangan untuk mewujudkan rasa keadilan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

"Mungkin kalau Gus Dur masih hidup, melihat perkembangan hari ini yang tentu saja menjadi PR (pekerjaan rumah, red), presiden akan datang untuk memperbaiki nilai-nilai yang selama ini sudah memudar. Di mana hukum yang tadinya diwujudkan untuk menegakkan keadilan, kemudian dijadikan produk seni untuk membenarkan yang salah, menyalahkan yang benar. Dan kita harus kebalikan lagi bahwa politik adalah ilmu untuk menegakkan konstitusi, memberikan negara yang berkesemakmuran, adil, merata, dan demokratis. Bukan politik yang dijadikan sebagai ilmu yang memungkinkan yang tidak mungkin, mentidakmungkinkan yang mungkin," jelas Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

Oleh karena itu, lanjut Bamsoet, MPR RI bersepakat untuk mencabut TAP MPR Nomor II/MPR/2001. MPR juga sepakat bahwa jasa-jasa Gus Dur dalam memperjuangkan nilai-nilai toleransi, demokrasi, dan keadilan sosial sangat besar.

"Dan dengan adanya penegasan surat dari pimpinan MPR yang didukung oleh pandangan umum fraksi-fraksi dan kelompok DPD pada sidang akhir masa jabatan MPR yang lalu, telah ada ketegasan bahwa TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Kiai Haji, Abdurrahman Wahid, saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi," kata Bamsoet.

"Oleh karenanya, tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Kiai Haji, Abdurrahman Wahid, dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintahan hari ini maupun yang akan mendatang untuk mendapatkan sekali lagi Anugerah Gelar Palawan Nasional sesuai dengan peraturan perundangan serta selaras dengan martabat kemanusiaan, jasa-jasa, dan pengabdiannya pada bangsa dan negara," sambung eks Ketua DPR itu.

Selanjutnya, tambah Bamsoet, Pimpinan MPR akan menyerahkan secara resmi surat jawaban kepada fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) MPR sekaligus dokumen rekomendasi tersebut.

"Kita kirimkan kepada keluarga besar mantan Presiden KH, Abdurrahman Wahid, dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, serta kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto melalui Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian kita kirimkan juga kepada Ketua DPR, Ketua MA, dan Jaksa Agung," pungkasnya.