Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) bersyukur Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut ketetapan (TAP) MPR Nomor II/MPR/2001 terkait pemberhentian Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia.

"Alhamdulillah, ini adalah keputusan yang kita tunggu-tunggu sejak dulu, bagaimana Gus Dur sebagai Presiden ke-4 memang benar-benar konstitusional," kata Cak Imin di Jakarta, Kamis, 26 September.

Bahkan, Cak Imin menilai sudah semestinya TAP MPR terkait pemberhentian Gus Dur yang ditetapkan pada 23 Juli 2001 itu dicabut sejak dulu. Mengingat, tuduhan-tuduhan yang mengakibatkan Gus Dur diberhentikan tidak terbukti.

"Tentu sangat tepat. Malah seharusnya sudah dari dulu itu diputuskan. Saya apresiasi kerja keras sahabat-sahabat Fraksi PKB di DPR juga MPR yang sejak lama memperjuangkan itu. Alhamdulillah hari ini terwujud," ucap Cak Imin.

Menurut Cak Imin, Gus Dur adalah sosok yang sangat layak mendapat predikat sebagai Guru Bangsa. Sebab Gus Dur telah meletakkan pondasi pluralisme, toleransi, serta hubungan antara agama dan negara.

"Saya dan kita semua tahu siapa Gus Dur, bagaimana beliau semasa hidup sudah meletakkan pondasi pluralisme, menegakkan rule of law. Itu mengapa beliau sangat layak kita sebut sebagai Guru Bangsa, bukan malah dicap inkonstitusional," ujar Cak Imin.

MPR sepakat memulihkan nama baik Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui pencabutan Ketetapan (TAP) MPR Nomor II/MPR/2001.

Setelah memberikan pandangan fraksi, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Eem Marhamah Zulfa meminta agar MPR bisa memulihkan nama baik Gus Dur akibat pelengseran paksa dengan mencabut TAP MPR tersebut.

“Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia memohon agar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan administratif terkait Tap Nomor II/MPR/2001 sudah tidak berlaku lagi sesuai dengan Pasal 6 Tap MPR Nomor I/MPR/2003 dalam rangka pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid,” ujar Eem, Rabu, 25 September.

Eem menyebut Tap MPR MPR Nomor II/MPR/2001 seharusnya tidak berlaku lagi setelah ada Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 yang membahas Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

“Pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid melalui Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 6 secara sosiologis dan historis akan menjadi legasi besar bagi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2019-2024 sebagai bentuk komitmen untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional kebangsaan yang akan diapresiasi setinggi-tingginya oleh keluarga besar Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid, oleh keluarga besar Partai Kebangkitan Bangsa dan juga seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.