Legislator PDIP Ini Dukung Permendikbud PPKS: Langkah Cepat Cegah Kekerasan Seksual di Kampus
Photo by Dom Fou on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud-Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai pro dan kontra.

Anggota Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti yang membidangi urusan pendidikan dan kebudayaan mendukung aturan yang diteken langsung oleh Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim itu.

"Langkah Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim di dalam mengeluarkan Permendikbud-Ristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi mestinya harus diapresiasi,” kata My Esti, Rabu 10 November.

Permendikbud-Ristek ini menuai pro dan kontra karena dituding melegalkan zina. Esti menegaskan, aturan tersebut seharusnya dilihat sebagai langkah cepat agar kekerasan seksual yang sering muncul di lingkungan kampus tidak terjadi terus menerus.

“Ini sebagai langkah cepat agar kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi bisa dicegah lebih dini dan bisa dilakukan penanganan sesegera mungkin jika itu terjadi,” tuturnya.

Esti menepis aturan yang dibuat Nadiem sebagai upaya pelegalan seks bebas. Menurut dia, Permendikbud-Ristek 30/2021 harus dilihat sebagai semangat mencegah maraknya kekerasan seksual di lingkungan kampus.

“Permendikbud-Ristek ini tidak bisa diartikan sebagai bentuk pelegalan terhadap terjadinya hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan maupun pelegalan LGBT,” tegas Esti.

Legislator dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu mengatakan, banyak korban kekerasan seksual di lingkungan kampus yang membutuhkan perlindungan hukum. Permendikbud-Ristek 30/2021 dinilai Esti bisa menjadi jawaban mengingat Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang dibahas di DPR masih belum rampung.

“Saat ini sedang dilakukan pembahasan RUU TPKS di Badan Legislasi DPR RI yang tentu saja membutuhkan waktu di dalam pembahasannya dan karena masih berupa RUU maka belum bisa diimplementasikan,” sebutnya.

Oleh karena itu, Esti mendorong agar pro dan kontra terkait Permendikbud-Ristek 30/2021 diakhiri. Sebab aturan ini lebih banyak manfaatnya, khususnya bagi korban kekerasan seksual di lingkungan kampus yang kesulitan mendapat perlindungan hukum, termasuk banyak yang kemudian hak pendidikannya terabaikan buntut dari kasus kekerasan seksual yang dia alami.

“Maka seharusnya Permendikbud-Ristek ini mendapat dukungan, bukan untuk dipermasalahkan dan meminta untuk ditarik,” ujar Esti.

“Karena langkah cepat yang dilakukan Nadiem Makarim melalui Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentu sudah berdasarkan kajian dan analisa terhadap kejadian-kejadian yang ada di lingkungan kampus,” tutupnya.