Bagikan:

JAKARTA - Komisi X DPR menilai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi harus revisi terbatas. Pasalnya, Permendikbud Ristek dinilai bermasalah dan menuai polemik.

"Tidak ada salahnya Mas Nadiem (Mendikbud Ristek) merevisi terbatas Permendikbud ini secara cepat untuk lebih menegaskan norma konsensual agar mempunyai kekuatan yang lebih mengikat, sehingga siapa saja yang hendak melakukan hubungan seksual bisa dicegah," ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dalam keterangannya,  Selasa, 9 November. 

Menurut Huda, definisi kekerasan seksual dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini menimbulkan multitafsir. Sebab kata dia, definisi kekerasan seksual dalam Permendikbud ini kurang tegas.

Dia mengatakan norma konsensual yang menjadi faktor dominan untuk menilai terjadi atau tidaknya kekerasan seksual harus ditegaskan dalam kekuatan mengikat.

Karenanya, persetujuan dua belah pihak dalam melakukan hubungan seksual harus ditautkan dalam aturan resmi baik secara norma hukum negara maupun agama sehingga kekuatan hukumnya mengikat.

"Jangan sampai persetujuan itu dikembalikan kepada masing-masing individu karena bisa jadi saat menyatakan konsensual hal itu tidak benar-benar menjadi konsesus," terangnya.

Politikus PKB itu menjelaskan tren kekerasan seksual di kampus-kampus juga mengalami peningkatan. Pasalnya, kata dia, kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi tidak hanya terjadi di antara mahasiswa, namun kerap dilakukan oleh oknum dosen dan karyawan kampus.

Berdasarkan data yang diperolehnya, kekerasan seksual di kampus yang berhasil didata sebanyak 174 kasus di 79 kampus dan 29 kota. "Kasus sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi karena banyak kasus yang tidak dilaporkan karena korban merasa malu atau karena faktor lain," ungkapnya.

Huda mengatakan Permendikbud Ristek ini dibuat karena angka kekerasan seksual di lingkungan kampus masih tinggi. Namun, dia membantah bila Permendikbud Ristek ini dianggap melegalkan seks bebas (free sex).

"Kami menilai persepsi Permendikbud 32/2021 sebagai alat untuk melegalkan free sex terlalu berlebihan. Harusnya semua pihak menyepakati bahwa kekerasan seksual perlu disikapi secara tegas dan Permendikbud 32/2021 merupakan salah satu bentuk penyikapan," kata Huda.

Sebelumnya PKS juga ingin Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi dicabut. PKS menilai Permen Mendikbud Ristek ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945.

"Permendikbud Ristek No 30/2021 ini harus dicabut dan segera direvisi dan dilengkapi. Permendikbud ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," kata anggota komisi X DPR fraksi PKS, Fahmi Alaydroes, di Gedung DPR, Senin, 8 November.

Fahmi mengakui maksud Mendikbud Ristek Nadiem Makarim baik, karena ingin menghilangkan masalah kekerasan seksual di lingkungan kampus. Namun, menurutnya, Permendikbud Ristek ini tidak menjangkau masalah asusila.

"Namun sayangnya peraturan ini sama sekali tidak menjangkau atau menyentuh persoalan pelanggaran susila (asusila) yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk praktek perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis (atau) LGBT," kata Fahmi.