Bagikan:

JAKARTA - India kembali mencetak rekor harian dunia empat hari berturut-turut kasus infeksi COVID-19. Minggu 25 April kemarin, India mencatat 349.691 kasus infeksi baru. 

Sementara, laporan angka kematian harian akibat COVID-19 juga mengalami lonjakan, di mana ada 2.767 orang yang tewas. Total India mencatat kasus COVID-19 mencapai angka 16,96 juta kasus, dengan korban tewas mencapai 192.311.

Menyikapi kondisi di India, Inggris dan Uni Eropa berencana mengirimkan bantuan. Salah satu bantuan yang sangat dibutuhkan adalah ventilator dan konsentrator oksigen.

Pemerintah India telah mengerahkan pesawat dan kereta militer untuk mendapatkan oksigen yang sangat dibutuhkan ke Delhi dari bagian lain negara itu dan negara asing, termasuk Singapura.

Terkait kondisi di India, Inggris mengatakan pada Minggu telah mengirim lebih dari 600 perangkat medis, termasuk konsentrator oksigen dan ventilator ke India untuk membantu negara itu saat berjuang mengatasi lonjakan kasus virus korona.

Peralatan itu berasal dari stok surplus Inggris dan pengiriman pertama dijadwalkan tiba di New Delhi, India pada Selasa pagi, kata Kementerian Luar Negeri Inggris.

"Kami berdiri berdampingan dengan India sebagai teman dan mitra selama waktu yang sangat mengkhawatirkan dalam perang melawan COVID-19," tutur Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

"Kami akan terus bekerja sama dengan Pemerintah India selama masa sulit ini. Saya bertekad untuk memastikan, Inggris melakukan segala yang dapat dilakukan untuk mendukung komunitas internasional dalam perang global melawan pandemi," imbuhnya.

Sementara itu, Komisi Eropa telah mengaktifkan Mekanisme Perlindungan Sipil Uni Eropa, berupaya mengirim oksigen dan obat-obatan ke India setelah menerima permintaan dari Delhi.

"Khawatir dengan situasi epidemiologi di India. Kami siap mendukung," tulis Presiden Komisi Ursula von der Leyen di Twitter pada hari Minggu.

"Eksekutif UE sudah berkoordinasi dengan negara-negara UE yang siap menyediakan oksigen & obat-obatan yang sangat dibutuhkan dengan cepat," tulis Komisi Eropa untuk bantuan kemanusiaan Janez Lenarcic di Twitter.