Prosesi Kremasi yang Tak Biasa Selama Pandemi Corona di Spanyol
Peti jenazah (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Setiap 15 menit sekali, sebuah mobil jenazah berhenti di depan krematorium La Almudena, Madrid, Spanyol. Edduar, seorang seorang Pastor Katolik, akan berjalan keluar dari gedung setiap mobil jenazah datang. Ia akan menyambut anggota keluarga yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir. 

Sedikit berbeda dari biasanya, berdasarkan aturan nasional setiap proses penghormatan terakhir untuk jenazah hanya boleh dihadiri oleh maksimal lima orang atau lebih sedikit lebih baik. Nantinya, pengemudi mobil membuka bagasi untuk memperlihatkan peti jenazah. 

Para pelayat, yang mana merupakan keluarga inti, menjaga jarak satu sama lain, bahkan jarak ke peti jenazah. Ingin rasanya saling memeluk dan saling memberi kekuatan karena orang yang mereka kasihi pergi selama-lamanya. Namun, social distancing harus tetap diberlakukan. Beberapa orang yang hadir tersebut memakai masker dan sarung tangan. 

Dilansir dari CNN, Misa hanya dilakukan dalam waktu lima menit. Pastor Edduar memercikkan peti jenazah yang telah disegel dengan air suci sebelum para petugas muncul untuk membawanya masuk ke krematorium. Lalu, setelah itu sudah berakhir. Tidak ada penyampaian kesan selama mendiang masih hidup. Tidak ada waktu untuk melakukan perpisahan. 

Ketika mobil jenazah pergi, beberapa saat kemudian mobil jenazah lainnya akan datang. Sementara keluarga yang sebelumnya akan melakukan upacara singkat selama proses kremasi yang menghasilkan keluarnya asap tebal dari cerobong krematorium.

Seperti itulah proses berkabung di bawah keadaan darurat COVID-19 di Spanyol. Pemandangan tersebut dianggap aneh, mengingat Madrid memiliki pemakaman terbesar di Eropa Barat, yang berupa bukit-bukit sangat luas dipenuhi batu nisan. Pemakaman tersebut telah melewati masa kelaparan, perang saudara, dan flu Spanyol.

"Anda bisa melihatnya di wajah mereka, rasa sakit yang luar biasa," kata Pastor Edduar, 

Tidak hanya kehilangan orang yang dicintai, mereka juga harus mengucapkan selamat tinggal dengan sangat sedikit orang lain. Salah seorang anggota dengan ponselnya memberi tahu keluarga besar lainnya dan teman-teman bahwa mereka tengah melakukan misa sebelum pengkremasian. Tetap saja, ini bukan proses yang diinginkan oleh siapa pun

Jika mereka ingin melakukan misa penguburan seperti pada umumnya, hal tersebut pun tidak bisa dilakukan mengingat gereja-gereja di Spanyol telah ditutup. Selain itu, hanya sedikit krematorium yang memiliki seorang pastor saat ini. 

"Saya mencoba untuk dekat dengan mereka. Saya memberi tahu mereka bahwa saya bersama mereka dan mereka tidak sendirian. Kadang-kadang itu mengganggu saya. Saya menangis," kata Pastor Edduar. 

Pastor Edduar pun memiliki risiko tertular virus tersebut. Mengingat saat melakukan proses pemberkatan, mereka tidak memakai masker atau sarung tangan. 

"Ini mungkin terdengar agak aneh, tetapi di saat bersejarah ini, saya menganggap ini sebagai hak istimewa... hidup saya adalah untuk rakyat, untuk bersama mereka di saat yang genting ini," kata Pastor Edduar. 

Spanyol merupakan salah satu negara yang mengalami dampak terparah oleh COVID-19. Negara ini berada di urutan kedua setelah Amerika Serikat dengan total kasus 141.942, sebanyak 14.045 dinyatakan meninggal dan 43.208 orang berhasil disembuhkan. Madrid diketahui merupakan pusat penyebaran COVID-19. Sebanyak 40% kematian akibat COVID-19 di Spanyol berasal dari Madrid. 

Akibat ruang penyimpanan jenazah tidak cukup lagi menampung jasad para korban, dua kotak es sekarang digunakan sebagai kamar jenazah sementara. Pihak pemakaman mengatakan mereka menguburkan jenazah dua atau tiga kali lebih banyak dari biasanya.