25 Jenazah yang Terlantar di RSUP Sanglah Dikremasi, Ada Mayat yang Tersimpan Sejak 2019
DOK IST

Bagikan:

DENPASAR - Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP) Sanglah, Denpasar, Bali, melakukan kremasi 25 jenazah terlantar yang tak diketahui identitasnya termasuk jenazah yang tidak ada keluarga mengambilnya.

“Melakukan kremasi jenazah-jenazah yang ada di forensik yang terlantar, yang tidak diketahui identitasnya dan yang tidak ada keluarga mengambil jenazah di bagian forensik," kata Direktur POU RSUP Sanglah Ni Luh Dharma Kerti Nathi di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Kamis, 23 September.

Dari 25 jenazah, menurut Kerti Nathi, ada yang terlama tersimpan di forensik yakni tahun 2019.

Sementara, untuk biaya pemulasaraan kremasi puluhan jenazah cukup mahal. Biaya ditanggung pihak RSUP Sanglah dan Dinas Sosial Bali.

"Jadi, karena memang dari tahun 2019 tentu biaya untuk pemulasaraan jenazah. Bahkan, dari pasien itu dirawat di rumah sakit sanglah itu sampai sekarang sekitar Rp 2,6 miliar. Cukup banyak juga kalau dihitung dari sisi biaya perawatan dan pemulasaraan jenazah sampai saat ini," ungkapnya.

"Ini bisa menjadi CSR bagi rumah Sakit Sanglah setiap tahunnya. Karena, tentu direktur utama RSUP Sanglah itu harus membuat surat keputusan pembebasan dari jenazah-jenazah terlantar ini," jelasnya.

Jumlah kremasi tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya yang bisa mencapai 30 jenazah. Sebab komunitas atau masyarakat ada yang membantu penanganan jenazah yang tak dikenal atau tak diambil keluarganya.

"Belakangan ini ternyata sudah semakin banyak dari komunitas sendiri yang memberikan kontribusi ke dalam prosesi ini. Terutama, jenazah-jenazah yang sudah terindentifikasi beragama Islam, itu dari MUI benar-benar mengambil inisiatif untuk melakukan prosesi pemakaman dari jenazah-jenazah mereka," jelasnya.

Ke depan diharapkan lebih banyak lagi komunitas yang bisa membantu dalam menangani jenazah terlantar.

"Sehingga, mereka bisa terindentifikasi sesuai dengan agamanya bisa dilakukan prosesi atau penghormatan terkahir sesuai agama yang mereka akui," ujar Natih.