Angkatan Militer Dunia yang Kini Rentan Tertular COVID-19
Ilustrasi tentara (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Selain paramedis, dalam memerangi COVID-19 salah satu unit yang paling berisiko tertular virus ini adalah pasukan militer. Negara-negara di Uni Eropa pun mulai sadar akan bahaya tersebut.

Kini aktivitas militer di seluruh daratan Eropa pun mulai dikurangi. Mereka juga memberlakukan peraturan yang lebih ketat terhadap personel militer, sebagai bentuk pencegahan COVID-19.

Kelompok militer memang kerap berjaga di area zona merah COVID-19 dan tidak melakukan social distancing antar personelnya sehingga sangat rentan terinfeksi virus tersebut. 

Mencegah penyebaran virus di kalangan militer adalah hal yang penting. Hal tersebut dikarenakan kelompok militer berperan dalam pengamanan nasional. Selain itu, unit khusus tentara, angkatan laut dan angkatan udara sedang dirancang untuk membantu pemerintah mengatasi virus di banyak negara yang sudah sangat kewalahan.

Sebagai contoh dari peran militer dalam melawan COVID-19 adalah militer di Polandia. Negara tersebut meluncurkan ribuan tentara untuk berpatroli di jalan-jalan selama lockdown, mendisinfeksi rumah sakit, dan mendukung kontrol perbatasan. 

Melansir Reuters, Selasa 7 April, Jerman mengerahkan 15.000 tentara untuk membantu pemerintah setempat mengatasi krisis. Jerman telah mengubah peraturan, dengan tidak melakukan pengerahan pasukan dan mengkarantina beberapa personel. 

Sementara angkatan bersenjata Turki telah menerapkan social distancing di kamar-kamar dan asrama personel militer. Turki juga membatasi pergerakan pasukan di Suriah ketika kasus COVID-19 melonjak. 

Peristiwa di atas kapal induk AS Theodore Roosevelt telah menyoroti risiko penyakit ini menyebar dengan cepat di antara personel militer. Kapal bertenaga nuklir dengan 5.000 kru sekarang merapat di Guam, wilayah AS, sehingga semua orang melakukan pengujian. 

Kapten Angkatan Laut AS memutuskan untuk membuat aturan untuk memberi jarak antar personel di kapal. Perintahnya tersebut dikeluarkan setelah ia menulis sepucuk surat akan kekhawatiannya tentang kurangnya langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi penyakit yang sangat menular ini. 

Negara-negara Uni Eropa yang paling terkena dampak COVID-19 yaitu Italia, Spanyol, dan Prancis, jumlah operasi militernya telah dikurangi atau bahkan beberapa ada yang ditangguhkan.

"Kami harus membatalkan misi dan penyebaran maritim yang tidak penting, atau memodifikasi ruang lingkup mereka," kata juru bicara komando militer Prancis Kolonel Frederic Barbry.

Kapal angkatan laut Prancis di Selat Hormuz tidak lagi berhenti di pelabuhan regional selain Abu Dhabi dan latihan angkatan udara juga dibatalkan. Di Prancis, 600 personel militer telah tertular COVID-19, kata Menteri Pertahanan Prancis. Sementara empat tentara yang melayani operasi Barkhane untuk melawan kelompok ekstremis di Afrika Barat juga terinfeksi COVID-19.

Kementerian Pertahanan Italia memberikan informasi tentang para perwira, dengan mengatakan Kepala Staf Salvatore Farina dan 12 perwira lainnya telah dinyatakan positif COVID-19. Satu letnan-kolonel telah meninggal akibat virus tersebut.

Kementerian Pertahanan Spanyol mengatakan bahwa sebanyak 230 personel militer dinyatakan positif COVID-19. Sementara sekitar 3.000 staf militer melakukan self-isolation. Spanyol sendiri merupakan negara kedua di dunia yang terdampak COVID-19 paling parah setelah Amerika Serikat.  

Seorang juru bicara kementerian pertahanan Jerman mengatakan sekitar 250 tentara terjangkit COVID-19, dengan kurang dari 10 orang dirawat di rumah sakit. Pasukan Jerman yang pergi ke Afghanistan diwajibkan melakukan 14 hari isolasi terlebih dahulu, sementara empat tentara Italia yang dikerahkan ke Kabul dinyatakan positif ketika mereka tiba. 

Unit militer sudah membantu sekuat tenaga dengan logistik dan distribusi peralatan medis di seluruh negeri. Namun sayangnya, tidak ada kejelasan tentang berapa banyak tentara yang harus melakukan pengujian. 

Pengujian personel militer sangat penting untuk mencegah tertularnya virus tersebut ke anggota lain. Bisa dibayangkan jika personel militer di Uni Eropa ambruk akibat COVID-19, pemerintah negara-negara di Eropa akan mengalami kekurangan bantuan SDM sehingga perlawanan terhadap COVID-19 akan semakin sulit. 

"Akan ada dampak dari krisis ini, tidak hanya pada sumber daya yang tersedia untuk pertahanan dan keamanan tetapi dalam bagaimana sumber daya itu didistribusikan," kata Malcolm Chalmers, wakil direktur Royal United Services Institute.

Terkait