JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menduga dileburnya Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) lantaran tidak ingin membuat kegaduhan di kabinet.
Ray mengaku aneh dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang menggabungkan kedua kementerian tersebut. Pasalnya, Kemenristek adalah kementerian yang perannya sangat dibutuhkan. Terlebih saat pandemi seperti sekarang ini.
Menurut Ray, bila Jokowi hendak menghemat kementerian atau kelembagaan seharusnya menghapus Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebab, manfaatnya dinilai tidak terlalu signifikan.
"Kan ada misalnya kementerian lain yang tidak dibutuhkan, sebut saja Kemenkominfo, kan tidak terlalu signifikan dia. Ada tak ada juga tidak ada pengaruhnya bagi bangsa Indonesia. Kalau riset kan jelas basis pencapaiannya. Di teknologi harus berbasis riset apalagi musim pandemi gini mestinya riset dikencangkan lagi dalam rangka menemukan vaksin yang tepat," ujar Ray kepada VOI, Rabu, 15 April.
"Makanya saya heran kenapa Jokowi milih melikuidasi Kemenristek dibandingkan Kemenkominfo," sambungnya
Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia itu menduga, Kemenristek 'ditumbalkan' lantaran Jokowi tak ingin membuat gaduh kabinetnya. Sebab, Menristek Bambang Brodjonegoro bukan lah dari kalangan partai politik.
"Dugaan saya mengapa Menristek ini yang diambil oleh pak Jokowi dibandingkan Menkominfo, karena Menkominfo anggota kabinet dari parpol yaitu Nasdem. Mungkin pak Jokowi daripada ribut buat gaduh ya menteri yang tidak bakal ada gaduhnya lah yang dilikuidasi. Dalam hal ini Menristek," bebernya.
BACA JUGA:
Mengapa tidak Kemendikbud? Ray menjelaskan sesuai UU Kementerian yang saat ini dipimpin Nadiem Makarim harus ada dalam setiap pemerintahan.
"Kenapa Kemenristek bukan Kemendikbud? Karena Kemendikbud Tak boleh dilikuidasi karena itu diatur UU bahwa Kemendikbud adalah keniscayaan. Siapapun presiden Kemendikbud harus ada. Kalau kemenristek dipoin 3 dalam UU kementerian pasal 40, jadi Kemenristek boleh ada atau tidak ada sama seperti Kemenkominfo," jelas Ray.
"Kalau dilihat dari urgensinya ya Kemenristek jauh lebih dibutuhkan daripada Kemenkominfo. Tapi kenapa tidak dilikuidasi ya karena yang menjabat adalah menteri dari partai," sindirnya.
Terkait pengalaman penggabungan kedua kementerian tersebut pernah mengalami kegagalan, Ray menilai itu sudah menjadi risiko politik Jokowi dalam mengambil kebijakan.
"Itu risiko yang harus diambil, risiko politik yang mengakomodir parpol yang gabung dalam koalisinya. Nah, apakah ini langkah yang tepat bagi Jokowi? Ya tepat karena tidak mengundang kegaduhan politik. Tapi apakah langkah itu tepat bagi bangsa ini? Ya tentu tidak tepat, jelas-jelas bangsa ini lebih butuh Kementerian Ristek daripada kementerian Kominfo," ujar Ray Rangkuti.