Alasan Bima Arya Publikasi Hasil Swab Rizieq Shihab: Saya Ketua Satgas, Punya Tanggung Jawab
Wali Kota Bogor, Bima Arya. (Foto: Instagram @bimaaryasugiarto)

Bagikan:

JAKARTA - Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut tidak ada niatan untuk membuka atau menyebarkan hasil swab tes dari Rizieq Shihab. Niat awal hanyalah mencari kebenaran informasi untuk menetukan langkah-langkah penanganan.

Pernyataan ini bermula ketika majelis hakim mempertanyakan kewenangan dari Bima Arya untuk mencari informasi perihal tersebut.

Lantas, pertanyaan itu langsung dijawab jika dia merupakan Ketua Satgas penanganan COVID-19 di daerah. Sehingga, kewajibannya untuk mendata dan mengetahui penyebaran COVID-19.

"Sebagai ketua Satgas saya bertanggungjawab atas seluruh perencanaan, pengawasan di lapangan dan koordinasi konsolidasi untuk seluruh wilayah di Kota Bogor agar tidah terjadi penularan," ucap Bima dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu, 14 April.

Bima kemudian menyebut kabar soal kesehatan Rizieq haruslah dipastikan. Sebab, jika kabar itu benar adanya harus ada langkah antisipasi penyebaran.

"Saya mengkhawatirkan apabila ada kasus postif di RS itu akan kemudian bisa menulaskan ke yang lain, jangan sampai tertular. Hanya itu landasan kami bertindak hanya memastikan perawat, pengunjung, yang ada disana tidak tertular," papar dia.

Bahkan, Bima Arya memastikan tidak ada niatan untuk mempublikasikan hasil swab dari Rizieq. Kembali ditegaskan, memastikan informasi perihal kondisi Rizieq hanya untuk mencegah penyebaran COVID-19.

"Kami tidak ada rencana sama sekali mempublikasikan apapun ya. Yang kami perlukan adalah laporan setelah itu kami akan lakukan tindakan-tindakan untuk menyehatkan pasien dan selanjutnya agar tidak tertular," tandas dia.

Rizieq Shihab didakwa menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menyebabkan keonaran. Kabar bohong ini terkait kondisi kesehatannya yang terkonfirmasi positif COVID-19 saat berada di RS UMMI Bogor, Jawa Barat.

Sehingga, dalam perkara ini Rizieq dipersangkakan dengan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.