JAKARTA - Sedikitnya 110 orang tewas selama akhir pekan di daerah kumuh Cite Soleil, Haiti, saat seorang pemimpin geng menargetkan orang tua yang ia curigai menyebabkan penyakit anaknya melalui ilmu sihir, kata Jaringan Pembela Hak Asasi Manusia Nasional (RNDDH) pada Hari Minggu.
Pemimpin geng Wharf Jeremie, Monel "Mikano" Felix memerintahkan pembantaian setelah anaknya jatuh sakit, kata RNDDH, dengan mengatakan ia meminta nasihat dari seorang pendeta Voodoo yang menuduh orang tua di daerah tersebut menyakiti anak anaknya melalui ilmu sihir.
Anggota geng membunuh sedikitnya 60 orang pada Hari Jumat dan 50 orang pada Hari Sabtu menggunakan parang dan pisau, kata organisasi itu, melansir Reuters 9 Desember.
Kelompok Hak Asasi Manusia tersebut mengatakan, semua korban berusia di atas 60 tahun.
Di sisi lain, anak Felix meninggal pada Sabtu sore, kata RNDDH.
Cite Soleil, daerah kumuh yang padat penduduk di dekat pelabuhan ibu kota Port-au-Prince, merupakan salah satu daerah termiskin dan paling keras di Haiti.
Kontrol geng yang ketat, termasuk pembatasan penggunaan ponsel, telah membatasi kemampuan penduduk untuk berbagi informasi tentang pembantaian tersebut.
Felix, yang memimpin geng Wharf Jeremie, dilarang memasuki Republik Dominika yang bertetangga pada tahun 2022.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Bulan Oktober memperkirakan geng Felix memiliki sekitar 300 orang anggota dan beroperasi di sekitar Fort Dimanche dan La Saline.
Pada Bulan November 2018, La Saline menjadi lokasi pembantaian sedikitnya 71 warga sipil, sementara ratusan rumah dibakar.
Jimmy "Barbecue" Cherizier, aliansi geng Viv Ansanm di Port-au-Prince, telah dijatuhi sanksi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atas tuduhan merencanakan pembantaian La Saline saat ia masih menjadi polisi, di antara kejahatan lainnya.
Pada Bulan Oktober, sedikitnya 115 orang dibantai di Pont-Sonde, sebuah kota di wilayah Artibonite, Haiti yang merupakan lumbung pangan, dalam apa yang dikatakan oleh geng Gran Grif sebagai pembalasan atas penduduk yang bekerja dengan kelompok bela diri yang menghalangi operasi jalan tol mereka.
BACA JUGA:
Diketahui, Pemerintah Haiti, yang dilanda pertikaian politik, telah berjuang untuk menahan kekuatan geng bersenjata yang semakin besar di dalam dan di sekitar ibu kota.
Otoritas Haiti pada tahun 2022 telah meminta dukungan keamanan internasional untuk polisi setempat, tetapi misi tersebut - yang didasarkan pada kontribusi sukarela - yang disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2023 hanya dikerahkan sebagian dan sangat kekurangan sumber daya.
Para pemimpin Haiti sejak itu menyerukan agar misi tersebut diubah menjadi pasukan penjaga perdamaian PBB untuk memastikan pasokan yang lebih baik, tetapi rencana tersebut terhenti di tengah penentangan dari Tiongkok dan Rusia di Dewan Keamanan.