Geng Bersenjata Serbu Penjara Utama dan Bebaskan Ribuan Tahanan di Haiti
Kerusuhan di Haiti. (Wikimedia Commons/Voice of America)

Bagikan:

JAKARTA - Kelompok geng bersenjata menyerbu penjara utama di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, Lembaga Pemasyarakatan Nasional Haiti, menyebabkan baku tembak yang diikuti pelarian diri massal narapidana di penjara itu pada Hari Sabtu.

Sebagian besar dari sekitar 4.000 narapidana yang ditahan di penjara tersebut berhasil melarikan diri, kata seorang jurnalis lokal kepada BBC News, seperti dikutip 4 Maret.

Di antara mereka yang ditahan adalah anggota geng yang didakwa terkait dengan pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moïse pada tahun 2021.

Kekerasan di Haiti, negara termiskin di benua Amerika, semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Geng yang bertujuan menggulingkan PM Ariel Henry menguasai 80 persen Port-au-Prince.

Peningkatan kekerasan terbaru dimulai pada Hari Kamis, ketika perdana menteri melakukan perjalanan ke Nairobi untuk membahas pengiriman pasukan keamanan multinasional pimpinan Kenya ke Haiti.

Pemimpin geng Jimmy Chérizier (dijuluki "Barbekyu") mengumumkan serangan terkoordinasi untuk menyingkirkannya.

"Kita semua, kelompok bersenjata di kota-kota provinsi dan kelompok bersenjata di ibu kota, bersatu," kata mantan petugas polisi, yang diduga berada di balik beberapa pembantaian di Port-au-Prince itu.

Gelombang penembakan menyebabkan empat petugas polisi tewas dan lima lainnya luka-luka. Kedutaan Besar Prancis di Haiti menyarankan agar tidak melakukan perjalanan di dalam dan sekitar ibu kota.

Persatuan polisi Haiti meminta militer untuk membantu memperkuat penjara tersebut, namun kompleks tersebut diserbu pada Sabtu malam.

Pada Hari Minggu pintu penjara masih terbuka dan tidak ada tanda-tanda petugas, lapor Reuters. Tiga narapidana yang mencoba melarikan diri tergeletak tewas di halaman, kata laporan itu.

Seorang pekerja sukarelawan di penjara mengatakan kepada kantor berita itu, 99 tahanan, termasuk mantan tentara Kolombia yang dipenjara karena pembunuhan Presiden Moïse, memilih untuk tetap berada di sel mereka karena takut terbunuh dalam baku tembak.

Diketahui, kekerasan telah merajalela sejak pembunuhan Presiden Moïse. Dia belum diganti dan pemilihan umum belum diadakan sejak 2016.

Berdasarkan kesepakatan politik, pemilihan umum akan diadakan dan Henry yang tidak terpilih akan mengundurkan diri pada tanggal 7 Februari, namun hal itu tidak terjadi.

Pada Bulan Januari, PBB mengatakan lebih dari 8.400 orang menjadi korban kekerasan geng di Haiti tahun lalu, termasuk pembunuhan, luka-luka dan penculikan, lebih dari dua kali lipat jumlah yang tercatat pada tahun 2022.