Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Haiti mengumumkan keadaan darurat pada Minggu malam, menyusul bentrokan kekerasan di ibu kota yang telah melumpuhkan komunikasi, menyebabkan dua kali pembobolan penjara ketika seorang pemimpin geng besar berusaha menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry.

Untuk memulihkan ketertiban, pemerintah segera memberlakukan jam malam di seluruh wilayah Barat untuk "jangka waktu yang dapat diperbarui selama tujuh puluh dua jam," kata pernyataan itu.

"Antara pukul enam sore hingga pukul lima pagi pada Hari Senin tanggal 4, Selasa tanggal 5, Rabu tanggal 6, jam malam akan berlaku," sebut pernyataan itu, melansir Reuters 4 Maret.

Penegakan hukum, petugas pemadam kebakaran, pengemudi ambulans, petugas kesehatan dan jurnalis yang diidentifikasi tidak harus mematuhi jam malam, tambah pernyataan itu.

Keputusan darurat ini menyusul peningkatan dramatis kekerasan selama akhir pekan yang telah merusak beberapa bagian ibu kota, melumpuhkan komunikasi dan menyebabkan dua pelarian dari penjari, termasuk salah satu penjara terbesar di negara itu.

Pimpinan Digicel, penyedia telekomunikasi utama di negara Karibia tersebut mengatakan, jalur komunikasi telah terpengaruh setelah terjadi kekerasan jalanan selama berhari-hari di beberapa bagian ibu kota.

Tim lapangan pada Minggu sore berhasil memulihkan koneksi sepenuhnya, kata Kepala Digicel Maarten Boute dalam sebuah unggahan di X.

Serangan hebat telah menyebabkan kepanikan dalam beberapa hari terakhir setelah pemimpin geng Jimmy Cherizier, mantan petugas polisi, menyerukan kelompok kriminal untuk bersatu dan menggulingkan PM Henry. Cherizier memimpin aliansi geng dan menghadapi sanksi dari PBB dan Amerika Serikat.

Kelompok bersenjata pada Sabtu malam menyerang penjara terbesar di negara itu, menentang pasukan polisi Haiti yang telah meminta bantuan.

Tidak jelas berapa banyak narapidana yang melarikan diri. Sumber-sumber yang dekat dengan lembaga tersebut mengatakan kemungkinan besar jumlah anggotanya adalah mayoritas.

Lembaga pemasyarakatan tersebut, yang dibangun untuk menampung 700 tahanan. Namun, itu ditempati sekitar 3.687 tahanan pada Februari tahun lalu, menurut kelompok hak asasi manusia RNDDH.

Seorang pekerja sukarela penjara pada Hari Minggu mengatakan, 99 tahanan memilih untuk tetap berada di sel mereka karena takut terbunuh dalam baku tembak. Ini termasuk beberapa pensiunan tentara Kolombia yang dipenjara karena dugaan keterlibatan mereka dalam pembunuhan Presiden Jovenel Moïse.

Sebelumnya, Cherizier telah memperingatkan penduduk setempat untuk melarang anak-anak bersekolah untuk “menghindari kerugian tambahan” ketika kekerasan meningkat selama ketidakhadiran perdana menteri.

Hampir 15.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka dalam beberapa hari terakhir, dan 10 lokasi yang menampung pengungsi dikosongkan selama akhir pekan, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) PBB.

Diketahui, PM Henry, yang berkuasa pada tahun 2021 setelah pembunuhan Presiden Moïse, sebelumnya berjanji untuk mundur pada awal Februari. Dia kemudian mengatakan keamanan pertama-tama harus dibangun kembali untuk menjamin pemilu yang bebas dan adil.