PM Benjamin Netanyahu Berencana Mewajibkan Yahudi Ultra-Ortodoks untuk Ikut Wajib Militer
Ilustrasi militer Israel. (Unsplash/Timon Studler)

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pemerintahannya akan menemukan cara untuk mengakhiri pengecualian bagi orang Yahudi ultra-Ortodoks dari dinas militer Israel, saat koalisi politiknya menghadapi tekanan.

"Kami akan menentukan tujuan untuk mewajibkan orang-orang ultra-Ortodoks menjadi IDF dan pegawai sipil nasional," kata Netanyahu pada konferensi pers, mengacu pada Israel Defense Forces, dilansir dari Reuters 1 Maret.

"Kami juga akan menentukan cara untuk mengimplementasikan tujuan tersebut," lanjutnya.

Mahkamah Agung Israel pada tahun 2018 membatalkan undang-undang yang mengesampingkan wajib militer bagi pria ultra-Ortodoks, dengan alasan perlunya beban dinas militer ditanggung bersama oleh seluruh masyarakat Israel.

Parlemen gagal menghasilkan peraturan baru, sementara penangguhan wajib militer ultra-Ortodoks yang dikeluarkan pemerintah akan berakhir pada Bulan Maret ini.

Diketahui partai-partai ultra-Ortodoks telah membantu Netanyahu mendapatkan mayoritas di parlemen bersama dengan partai-partai nasionalis sayap kanan. Namun, di masa lalu pemerintah telah menjadikan rancangan pengecualian sebagai syarat untuk tetap berada dalam koalisi.

PM Netanyahu tampaknya menanggapi janji yang dibuat oleh menteri pertahanannya untuk memveto undang-undang yang akan mengizinkan kelanjutan pengecualian, kecuali pemerintah mencapai kesepakatan yang membuka jalan bagi pendaftaran militer ultra-Ortodoks.

"Kami mengakui dan mendukung mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari kitab suci Yahudi, namun tanpa keberadaan fisik, tidak ada keberadaan spiritual," terang Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.

Para ekonom berpendapat, rancangan pengecualian tersebut membuat sebagian dari mereka tidak perlu berada di seminari dan keluar dari dunia kerja.

Pengecualian yang diberikan kepada warga Yahudi ultra-Ortodoks telah menjadi sumber perselisihan sejak lama, dengan semakin banyaknya warga sekuler yang kini dipicu oleh mobilisasi negara yang memakan biaya besar untuk perang Gaza.

Sementara, kaum ultra-Ortodoks mengklaim hak untuk belajar di seminari alih-alih mengikuti kedinasan militer selama tiga tahun. Beberapa orang mengatakan gaya hidup saleh mereka akan bertentangan dengan adat istiadat militer, sementara yang lain menyuarakan penolakan ideologis terhadap negara liberal.

Jumlah Yahudi ultra-Ortodoks mencapai 13 persen dari total populasi Israel, dengan angka ini ini diperkirakan akan mencapai 19 persen pada tahun 2035, karena tingginya angka kelahiran mereka.