Bagikan:

JAKARTA - Puluhan pengunjuk rasa ultra-Ortodoks menerobos masuk ke pangkalan militer Israel di dekat Tel Aviv. Demonstrasi ini menentang perintah wajib militer bagi umat Yahudi.

Demonstrasi tersebut menekankan terjadinya perpecahan yang melebar di masyarakat Israel 10 bulan setelah dimulainya perang di Gaza.

Militer mengutuk insiden di pangkalan Tel Hashomer, yang terjadi setelah pengunjuk rasa berhasil menerobos masuk sebelum ditangani oleh polisi.

“Mendobrak pangkalan militer adalah pelanggaran serius dan melanggar hukum. IDF (Pasukan Pertahanan Israel) mengutuk perilaku kekerasan ini dan bersikeras agar para pengunjuk rasa diadili,” kata militer dalam pernyataan dilansir Reuters, Selasa, 6 Agustus.

Rekaman video yang dibagikan oleh polisi Israel menunjukkan puluhan pria berjas hitam tradisional dan topi yang dikenakan oleh komunitas ultra-Ortodoks menghadapi barisan polisi di luar pangkalan.

Mahkamah Agung Israel memerintahkan pemerintah pada Juni untuk mengakhiri pengecualian yang sudah berlangsung lama dan memasukkan siswa seminari ultra-Ortodoks Haredi ke dalam militer.

Putusan ini mendapat penolakan keras dari komunitas dan partai agama dalam koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Surat panggilan pertama telah dikirim sekitar dua minggu lalu dan para wajib militer akan melapor ke pusat perekrutan.

Rancangan pengecualian bagi orang Yahudi ultra-Ortodoks sudah ada sejak masa awal berdirinya negara Israel, ketika perdana menteri pertama, Sosialis David Ben-Gurion membebaskan sekitar 400 siswa dari dinas militer sehingga mereka dapat mengabdikan diri pada studi agama.

Dengan hal ini, Ben-Gurion berharap untuk tetap menghidupkan pengetahuan suci dan tradisi yang hampir musnah akibat Holocaust Nazi.

Pada saat itu, kaum Haredi hanyalah minoritas kecil namun pengecualian tersebut telah menjadi masalah yang semakin besar karena komunitas tersebut telah berkembang hingga mencakup lebih dari 13 persen populasi Israel.

Masalah ini belum terselesaikan selama beberapa dekade, namun perang di Gaza, dan kemungkinan perang yang lebih luas dengan Iran dan gerakan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon selatan, telah menjadikan masalah ini menjadi fokus utama.

“Pendaftaran warga ultra-Ortodoks merupakan kebutuhan operasional dan dilakukan sesuai dengan hukum. IDF bertekad untuk terus memajukannya,” kata militer.