Pemimpin ultra-Ortodoks Yahudi Sebut Warganya akan Tinggalkan Israel Jika Dipaksa Wajib Militer
Pengikut Yahudi Ortodoks (Anodalu)

Bagikan:

YERUSALEM - Kepala Rabi Sephardic Israel Yitzhak Yosef mengungkapkan bahwa para pengikut Yahudi ultra-Ortodoks akan meninggalkan negara itu jika mereka dipaksa masuk militer.

“Jika mereka memaksa kami untuk bergabung dengan militer, kami semua akan terbang ke luar negeri, membeli tiket, dan pergi,” ungkap Channel 12 pada Minggu malam,10 Maret mengutip perkataan kepala rabi Yahudi Sephardic.

“Mereka harus memahami hal ini, semua kaum sekuler, mereka tidak memahaminya,” kata kepala rabbi, sambil memperingatkan bahwa hal ini membahayakan negara seperti diambil dari Anodalu.

“Mereka (orang Israel yang sekuler) harus memahami bahwa tanpa Taurat, tanpa kollels dan yeshivas (perguruan tinggi Yahudi untuk penelitian Talmud), militer [Israel] tidak akan sukses,” ungkapnya.

Sebelumnya, kepala rabbi mengkritik militer Israel atas perilaku tentaranya di dalam sebuah masjid di Jenin pada 14 Desember tahun lalu. Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir kemudian membagikan video tentara yang melakukan ritual Yahudi di dalam sebuah masjid di Jenin.

Video itu menunjukkan seorang tentara Israel membacakan doa Shema Yisrael melalui pengeras suara masjid. Seorang tentara lain terdengar mengatakan tentara berada di dalam sebuah masjid di Jenin. Yahudi ultra-Ortodoks menolak sistem pendidikan sekuler Israel, dan lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah agama (yeshivas).

Berdasarkan hukum Israel saat ini, orang-orang Yahudi yang dididik di yeshivas dibebaskan dari wajib militer. Israel melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas pada 7 Oktober yang dipimpin oleh Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 orang.

Sekitar 31.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas di Gaza, dan lebih dari 72.500 lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.