Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan Pasal 36 dan 37 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 rentan jadi alat kriminalisasi. Alasan ini yang membuatnya mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun Pasal 36 menyebut Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun.

Sementara untuk Pasal 37 juga menyebut larangan yang sama. Tapi, ditujukan untuk pegawai KPK.

"Pasal itu bagi kami bisa dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pimpinan dan pegawai KPK," kata Alexander kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, 8 November.

Alexander menyebut rumusan pasal ini tidak jelas. Akibatnya, muncul penafsiran yang berbeda dengan perumus undang-undang.

"Kalau dengan tersangka sudah jelas perkara sudah di tahap penyidikan dan tersangka sudah ada. Tapi pihak lain itu siapa, batasan perkara itu di tahap apa? Dengan alasan apapun itu apa maknanya," jelasnya.

"Kalau tidak ada penjelasannya bisa jadi penerapannya pun semau-maunya penegak hukum. Apakah laporan masyarakat yang bahkan belum penyelidikan juga dianggap perkara," sambung Alexander.

Lebih lanjut, Alexander menyebut perumus undang-undang harusnya menjelaskan dalam hal apa pertemuan atau komunikasi dengan pihak berperkara dilarang. "Misalnya yang mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan atau terhambatnya penanganan perkara korupsi yang sedang ditangani KPK," tegasnya.

"Inti Pasal 36 dan 37 kan di situ. Untuk menjaga Insan KPK terhindar dari konflik kepentingan dan terganggunya penanganan perkara korupsi. Kalau pertemuan atau komunikasi tidak mengganggu integritas Insan KPK dan perkara yang ditangani juga lancar tanpa gangguan atau hambatan, apa layak dijatuhi sanksi etik, alih-alih dipidanakan?" tanyanya.

Alexander menyebut uji materi ini sebenarnya bukan hanya untuk dirinya yang sedang berperkara di Polda Metro Jaya karena bertemu dengan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Pengajuan ini disebutnya untuk kebutuhan Insan KPK.

"Jangan ada keraguan sedikit pun dalam memaknai pasal undang-undang oleh penegak etik maupun penegak hukum. Selain itu juga supaya ada perlakuan yang sama antar penegak hukum. Larangan bertemu atau berkomunikasi dengan pihak berperkara hanya berlaku untuk Insan KPK tapi aparat penegak hukum yang lain tidak ada masalah ketika pimpinannya bertemu dengan pihak yang berperkara. Ini tidak ada dan diskriminatif," pungkas Alexander.