JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada 21.939 penyelenggara negara yang belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Per 31 Maret lalu, KPK telah menerima 356.133 LHKPN, dari total 378.072 wajib lapor atau sekitar 94,20 persen yang telah menyampaikan LHKPN.
"Rinciannya adalah bidang eksekutif tercatat 94,22 persen dari total 306.217 wajib lapor yang telah melaporkan. Bidang yudikatif tercatat 98,27 persen dari total 19.778 wajib lapor. Bidang legislatif yaitu 84,84 persen dari total 20.094 wajib lapor. Dan, dari BUMN/D tercatat 97,34 persen dari total 31.983 wajib lapor," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 7 April.
Selanjutnya, KPK juga mencatat 762 instansi dari total 1.404 instansi di Indonesia telah 100 persen menyampaikan LHKPN. Sedangkan sebanyak 37 instansi di antaranya tercatat telah melaporkan secara lengkap.
"Pada bidang eksekutif di tingkat pemerintah pusat, dari 93 pejabat setingkat menteri, wakil menteri dan kepala badan atau lembaga tercatat 5 penyelenggara negara yang merupakan wajib lapor periodik belum memenuhi kewajiban LHKPN," ungkapnya.
Sementara di tingkat pemerintah daerah, KPK mencatat dari total 515 kepala daerah meliputi gubernur, bupati dan walikota terdapat 33 kepala daerah yang belum menyampaikan laporan kekayaannya.
"KPK secara bertahap melakukan verifikasi atas laporan kekayaan yang disampaikan tersebut. Jika hasil verifikasi dinyatakan tidak lengkap, maka penyelenggara negara wajib menyampaikan kelengkapannya maksimal 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan," ungkap Ipi.
Jika batas waktu tersebut tak dipenuhi, KPK bakal mengembalikan laporan yang tak lengkap. Selanjutnya, penyelenggara negara dianggap tak menyampaikan LHKPN dan hal ini berimbas pada tingkat kepatuhan instansi maupun secara nasional.
BACA JUGA:
Ipi menyebut, KPK tetap menerima penyelenggara negara yang disampaikan setelah batas waktu yaitu 31 Maret lalu. "Namun, LHKPN tersebut tercatat dengan status pelaporan 'Terlambat Lapor'," tegasnya.
Lebih lanjut, dia mengimbau penyelenggara negara di tingkat eksekutif, yudikatif, legislatif maupun BUMN/D yang belum menyampaikan laporan kekayaannya agar tetap memenuhi kewajiban LHKPN. Hal ini sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi sehingga pengisiannya harus dilakukan secara jujur, benar, dan lengkap.
Ipi mengingatkan pelaporan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara sesuai ketentuan Pasal 5 Ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Undang-Undang mewajibkan penyelenggara negara bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. "Mereka juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat,” pungkasnya.