Indonesia Diserang Teror Beruntun, Mantan Kabais TNI Tak Terima Disebut Intel Kebobolan: Harusnya BNPT yang Tanggung Jawab
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Terjadi serangan aksi teror di dua lokasi pada beberapa hari terakhir. Serangan tersebut terjadi di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan dan Markas Besar Polri, Jakarta Selatan.

Banyak pihak yang mempertanyakan kesigapan intelijen negara karena seakan tak mengendus adanya serangan teror ini. Namun, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Soleman Ponto membantahnya.

Menurut Soleman, lembaga yang paling bertanggung jawab atas serangan teroris beberapa hari ini adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), bukan intelijen.

"Kalau kita bicara pemberantasan dan penanggulangan teroris, satu-satunya badan yang paling bertanggung jawa di Indonesia ini ya BNPT. Sehingga, kalau masih ada teroris gentayangan, tanya sama dia. Bukan tanya intelijen," kata Soleman dalam diskusi virtual, Minggu, 4 April.

Menurut Soleman, aksi teror jelas kegagalan kinerja BNPT. Sebab, penanggulangan terorisme ada di "pundak" BNPT. Menurutnya, kerja intelejen hanya mencari informasi terkait pergerakan jaringan terorisme, sementara untuk penindakannya diserahkan ke BNPT.

"Lain masalahnya kalau tidak ada BNPT, baru boleh tanya siapa intelijen yang bertanggung jawab, mari kita tanya BNPT apa yang telah mereka perbuat sehingga teroris ini masih gentayangan, jadi bukan intelijen yang kebobolan, karena sejak lahir BNPT semua tanggung jawab ada di BNPT," jelas dia.

Sebelumnya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebut aksi teror ini menjadi pukulan telak untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang baru menjabat. Sebab, di saat mantan ajudan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu gemar konsolidasi ke pihak eksternal kepolisian, markasnya justru diserang.

Dia menilai, harusnya tetap ada pejabat yang bertanggung jawab atas bobolnya keamanan di Mabes Polri. Jangan sampai, lolosnya peneror dianggap sebagai hal yang biasa saja karena hal ini bisa membuat publik mengalami krisis kepercayaan dengan pihak kepolisian.

"Publik akan bertanya, bagaimana polisi bisa menjaga dan melindungi masyarakat dari serangan teroris wong menjaga markas besarnya saja tidak mampu," tegasnya.

"Sebab itu Polri perlu mengonsolidasikan diri dan menindak aparaturnya yang ceroboh agar kepercayaan publik tetap terbangun pada Polri," imbuh Neta.