Kritik Pengamat Pertahanan untuk KSAD Jenderal Dudung Abdurachman
KSAD Jenderal Dudung Abdurachman (Tangkap Layar dari YouTube Deddy Corbuzier)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Intelijen dan Pertahanan Ridlwan Habib, menyoroti Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang berbicara secara terbuka dalam suatu acara mengenai radikalisme dan ekstremisme. Di mana pernyataan Dudung menuai kontroversi di publik, bahkan ada warganet yang mencibir karena seolah menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Awalnya, Ridlwan menyoroti tentang belum adanya otoritas yang bisa mendefinisikan makna radikal atau suatu kelompok dan individu dikatakan radikal. Karena, sambungnya, radikal itu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Anti- Terorisme).

“Karena sampai hari ini belum ada satu otoritas pun yang dilindungi undang-undang yang boleh mengatakan, kamu radikal, kamu enggak bisa jadi PNS, ASN, anggota DPR karena radikal. Sampai hari ini saya belum menemukan satu pasal pun di perundang-undangan kita yang mendefinisikan radikalisme adalah apa? Enggak, belum ada,” ujar Ridlwan di Gedung DPR, Senin, 6 Desember. 

Dudung disorot karena mengaku mencopot baliho pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab yang menurutnya provokatif. 

“Ketika ada seorang jenderal namanya Dudung, kepala staf angkatan darat bicara blak-blakan di sebuah acara, diserang netizen apa namanya kemarin KSAD rasa “keset” lah, KSAD penakut lah, itu diserang oleh netizen, seolah-olah KSAD-nya jadi kepala BNPT,” sambungnya.

Menurutnya, itu bukan tugas utama KSAD. Sebab, utamanya adalah pembinaan kekuatan angkatan darat. Selain itu, KSAD pun tidak bertugas untuk mengurusi baliho, tapi karena proses ini tidak berjalan, dan tidak ada yang mengurusi soal label radikalisme, maka Dudung yang berani mengambil tanggung jawab.

“Enggak ada yang ngurusin, semua orang takut maka Dudung ngambil tanggung jawab, tapi apakah kemudian kita harus menunggu the next Dudung-Dudung lagi di masa depan Indonesia, kan mestinya tidak,” tegas Ridlwan.

Ridlwan mengaku pernah berdiskusi dengan Kepala BNPT Boy Rafli Amar. Dalam diskusi itu, kata dia, Boy mengatakan kalau definisi radikalisme dan terorisme ini bukan urusan BNPT, karena pihaknya itu penanggulangan terorisme.

Padahal, dia menambahkan, BNPT bisa melakukan sosialisasi, membuat pengajian ataupun ceramah terkait dengan deradikalisasi.

“Tapi dia (BNPT) enggak punya wewenang untuk mengklasifikasikan orang kamu radikal, kamu melanggar Pasal 9 undang-undang ini. Enggak boleh jadi PNS, itu enggak bisa. Maka akibatnya sekarang ketakutan, ASN-ASN ketakutan “jangan-jangan kalau saya buka YouTube tema-tema Islami nanti inspektorat lihat enggak naik pangkat,” jelasnya.

Diketahui sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman mengaku darahnya mendidih saat melihat ratusan baliho dan spanduk Habib Rizieq Shihab (HRS) tersebar di sejumlah wilayah di Jakarta. Apalagi, kalimat dalam spanduk tersebut berisi ajakan untuk melakukan jihad.

Bahkan, kata Dudung, ada beberapa orang yang melakukan tindakan aneh dengan menyembah baliho tersebut.

”Kemarin saya masuk ke Kodam Jaya itu baliho bergelimpangan, nada-nadanya seruan-seruan jihad, revolusi akhlak lah, sudah ada baliho di sembah. Saya pelajari, apa ini,” ujar Dudung di Podcast Deddy Corbuzier, Selasa, 30 November 2021.

Dudung mengaku darahnya semakin mendidih saat menerima laporan Kantor Satpol PP Jakarta Utara didatangi massa FPI karena mencopot spanduk tersebut. Massa kemudian memaksa petugas Satpol PP untuk memasang kembali baliho dan spanduk yang diturunkan sekitar pukul 23.00 WIB. 

“Kan gendeng. Wah tambah jadi (mendidih darah-red) memang mereka ini siapa. Petugas Pol PP sudah ketakutan didatangi bawa parang masa kita diam aja,” tegas Dudung.

Dudung yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Jaya ini kemudian mempelajari video-video sebelumnya mengenai apa saja yang dilakukan Habib Rizieq selama ini. Setelah mempelajari semuanya, amarah Dudung semakin tidak terbendung saat mengetahui ada unsur penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

”Saya lihat itu, beraninya sekali dia (HRS-red) mengatakan pimpinan kita, presiden kita dengan kata-kata yang tidak bagus sebagai warga negara. Mengganti nama presiden kita yang tidak benar. Mendidih darah saya kaya gitu itu, panas sudah,” tegasnya.