Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Filipina sedang berupaya mengatur penerbangan untuk ratusan warga negaranya di Beirut di tengah invasi darat militer Israel ke Lebanon pada Rabu 1O Oktober.

Lebih dari 11.000 warga Filipina tinggal dan bekerja di Lebanon, negara berdaulat yang sedang menghadapi rangkaian serangan Israel, termasuk menargetkan daerah-daerah padat penduduk.

Sementara di Beirut, ratusan warga Filipina mencari perlindungan di Kantor Pekerja Migran milik negaranya. Namun, kawasan kantor itu terdampak serangan udara Israel sejak akhir pekan kemarin.

Saat ini para pekerja asal Filipina di Beirut berlindung di sebuah hotel di wilayah yang tak jauh di Kota Beit Mery, sambil menunggu pemulangan.

"Saat ini ada 101 pekerja Filipina di tempat penampungan kami yang siap dipulangkan," kata Wakil Menteri Departemen Migran Filipina (DMW), Bernard Olalia mengatakan kepada wartawan di Manila, dikutip Arab News, Rabu 2 Oktober.

"Tantangannya adalah kami tidak memiliki jalur penerbangan … Kami sedang berbicara dengan beberapa perusahaan penerbangan sehingga penerbangan carteran akan dapat menampung, misalnya tidak kurang dari 300 pekerja Filipina di luar negeri dari Beirut," sambungnya.

Olalia mengatakan, sejumlah upaya disusun Pemerintah Filipina untuk mengevakuasi warganya dari Lebanon, seperti mengurus izin pendaratan dan penerbangan pesawat carteran.

"DMW juga mempelajari kemungkinan rute lain. Selain rute udara, kami akan menilai rute laut dan darat, jika ... situasi di sana memburuk," katanya.

"Kami memiliki petugas di lapangan. Mereka bekerja sepanjang waktu. Dan kami menambah staf kami baik di Lebanon (dan) pos-pos terdekat untuk dapat menyediakan (jalur) evakuasi yang paling aman dan pada akhirnya memfasilitasi pemulangan pekerja migran kami,” tuturnya.

Migrante International, aliansi global pekerja Filipina di luar negeri, mengatakan kepada Arab News kemarin bahwa warga negara Filipina menyatakan sangat khawatir atas keselamatan mereka di Lebanon.

“Mereka khawatir tentang pengeboman dan ledakan yang semakin dekat ke rumah mereka, di komunitas mereka. Jadi, mereka khawatir akan keselamatan mereka, mereka khawatir akan hidup mereka dan tidak dapat kembali ke rumah dengan selamat kepada keluarga mereka,” kata Presiden Migrante International Joanna Concepcion.