Mendikbud Nadiem Ngotot Sekolah Dibuka: Kita Ketinggalan dari Negara Lain
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membeberkan alasan pemerintah wajib membuka sekolah dan satuan pendidikan lainnya pada bulan Juli mendatang dengan syarat gurunya telah divaksinasi.

Kata Nadiem, Indonesia termasuk negara yang terlambat untuk menggelar pembelajaran tatap muka dari sejumlah negara yang juga terkena dampak pandemi COVID-19.

"Kita sekarang ketinggalan dari negara-negara lain. Sudah 85 persen daripada negara di Asia Timur dan Pasifik sudah melakukan pembelajaran tatap muka," kata Nadiem dalam konferensi pers virtual, Selasa, 30 Maret.

Lagipula, katanya, organisasi intenasional seperti Bank Dunia, WHO, hingga UNICEF sepakat menyatakan bahwa penutupan sekolah bisa menghilangkan pendapatan hidup satu generasi. 

"Loss of learning ini real. Ini risiko yang bisa dampaknya permanen. Indonesia sudah satu tahun, mayoritas sekolahnya tidak melaksanakan tatap muka. Jadi ini sudah relatif terlalu lama," ujar Nadiem.

Selain itu, penutupan sekolah ini bukan cuma berdampak negatif kepada pembelajaran, tapi juga berdampak negatif terhadap kesehatan dan perkembangan mental anak.

"Untuk orang tuanya juga yang sangat sulit mendapatkan kesempatan ekonomi bekerja di luar karena mereka juga harus mengurus anaknya di rumah. Jadi, banyak sekali dampak negatif yang ada," jelasnya.

Berdasarkan data yang dimiliki, ada peningkatan tren anak putus sekolah akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ). Faktornya adalah penurunan capaian belajar siswa karena harus belajar secara daring.

Nadiem bilang, banyak anak yang sulit menangkap pelajaran ketika PJJ. Selain itu, keterbatasan sarana penunjang seperti gawai juga meghambat siswa belajar. Selain itu, banyak orang tua yang tidak melihat peranan sekolah dalam proses belajar. Jadi, banyak anak-anak yang ditarik keluar dari sekolahnya. 

"Ini risiko PJJ bukan hanya dari pembelajaran, tapi juga risiko masa depan murid itu dan risiko psikososial atau kesehatan mental dan emosional daripada anak-anak. Ini semuanya sangat rentan," ungkap Nadiem.

"Jadi, kita harus mengambil tindakan yang tegas untuk menghindari agar ini tidak menjadi dampak yang permanen dan satu generasi menjadi terbelakang atau tertahan perkembangannya dan kesehatan mentalnya," jelasnya.