Rapat dengan Menteri Bahas Belajar Tatap Muka, KPAI: Cuma 16 Persen Sekolah yang Siap
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Komsisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan menggelar rapat koordinasi nasional bersama kementerian terkait seperti Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Kesehatan, dan Kementerian PPPA, serta kepala dinas pendidikan dan perwakilan, perwakilan kepala sekolah, dan perwakilan komite sekolah hingga pengurus organisasi guru seluruh Indonesia.

Rakornas ini diselenggarakan secara daring pada Senin, 30 November. Mereka akan melakukan pembahasan mengenai pembelajaran tatap muka yang akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2019-2020 yang akan dimulai pada Januari 2021.

"Materi yang akan dibahas adalah panduan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) dan PJJ (Pembelajaran Jarak jauh) ketika sekolah dibuka Januari 2021 yang dapat melindungi kesehatan dan keselamatan peserta didik oleh Mendikbud RI," kata Komisioner Bidang pendidikan KPAI Retno Listyarti seperti dikutip dari keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu, 29 November.

Rapat ini juga akan menyampaikan hasil pengawasan penyiapan pembelajaran tatap muka di masa pandemi COVID-19 yang telah dilaksanakan pada 49 sekolah di 21 kabupaten/kota pada delapan provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogjakarta, Banten, dan DKI Jakarta.

Menurut Retno dari hasil pengawasan KPAI yang digelar sejak Juni hingga November, lebih dari 80 persen sekolah ternyata belum siap melaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi yang masih terjadi. 

"Hasil pengawasan KPAI menunjukkan data dan fakta bahwa dari 49 sekolah yang ditinjau langsung hanya 16,32 persen sekolah yang siap dan 83,68 persen yang belum siap," tegasnya.

Sebelumnya, setelah peserta didik melaksanakan pembelajaran jarak jauh akibat pandemi COVID-19, pemerintah menyatakan kegiatan belajar mengajar di sekolah akan kembali di lakukan pada semester genap tahun ajaran 2020-2021 atau tepatnya pada Januari 2021.

Keputusan pembukaan kembali sekolah di semester genap ini bukan tanpa alasan. Menurut Deputi Koordinasi bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono, keputusan ini diambil karena melihat berbagai pertimbangan yang ada termasuk dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Agus memaparkan, terdapat sejumlah dampak negatif dalam sistem belajar jarak jauh yang selama ini dilakukan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19 di sekolah. Salah satunya adalah tingginya angka putus sekolah karena ada siswa yang diminta orang tuanya untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarga yang terimbas pandemi.

Selain itu, perbedaan akses kualitas pembelajaran jarak jauh juga mengakibatkan terjadinya kesenjangan capaian belajar terutama bagi anak-anak yang berbeda secara sosial dan ekonomi. Belum lagi masalah tekanan yang membuat siswa stres dan minimnya interaksi guru dan siswa.

"Tercatat banyak juga anak-anak yang terjebak kasus kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru," kata Agus dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring di akun Kemendikbud, Jumat, 20 November.

Melihat dampak inilah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengumumkan sekolah diperbolehkan melakukan kembali kegiatan aktivitas belajar mengajar. Pengambilan keputusan pembukaan sekolah juga tidak lagi didasari zonasi penyebaran COVID-19 melainkan diputuskan oleh pemerintah daerah yang diberi kewenangan oleh pemerintah pusat.

"Peta zonasi risiko tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka tapi pemda yang menentukan sehingga bisa memilih daerah-daerah dengan cara yang lebih detail," kata Nadiem.

"Kebijakan ini berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020-2021. Jadinya pada bulan Januari 2021," imbuhnya.

Nadiem menjelaskan, ada tiga pihak yang menjadi penentu dibuka atau tidaknya sebuah sekolah, yaitu pemerintah daerah dan kantor wilayah (kanwil), persetujan kepala sekolah, dan persetujuan perwakilan orang tua melalui komite orang tua. Jika tiga pihak ini tidak mengizinkan sekolah dibuka, maka sekolah itu tidak diperkenankan dibuka.

"Tapi kalau ketiga pihak setuju, sekolah boleh melaksanakan tatap muka," ungkapnya.

Selain itu, orang tua siswa juga disebut Nadiem masih memiliki hak untuk menentukan perlu atau tidaknya anaknya untuk belajar di sekolah kalaupun nantinya kegiatan pembelajaran di sekolah telah dilakukan. Sebab, kegiatan belajar di sekolah ini bukanlah menjadi satu keharusan dan penerapannya akan dikembalikan ke orang tua masing-masing.