Eksekusi Rumah Berbendera PDIP di Medan Ricuh, Petugas Dilempar Kotoran Manusia, Ada yang Teriak Tolong Pak Bobby
Eksekusi rumah dengan luas tanah 314 meter persegi di Jalan Sei Batang Serangan, Medan Petisah, Kota Medan, berlangsung ricuh. (Malo M/VOI)

Bagikan:

MEDAN - Eksekusi rumah dengan luas tanah 314 meter persegi di Jalan Sei Batang Serangan, Medan Petisah, Kota Medan, berlangsung ricuh.

Petugas gabungan yang terdiri dari Juru Sita PN Medan, Satpol-PP Kota Medan dan kepolisian sempat mendapatkan perlawanan dari penghuni rumah. 

Pantauan di lokasi, terlihat beberapa bendera PDI Perjuangan berukuran besar dan poster yang berisi penolakan terhadap eksekusi itu. 

Petugas juga sempat mendapatkan perlawanan berupa siraman air dari limbah dapur dan kotoran manusia.

Dari dalam rumah, terdengar teriakan dari penghuni. Bahkan, penghuni sempat menyebutkan nama abang dari Wakil Gubernur Sumatera Utara. 

"Tolong Pak Bobby (Nasution), tolong Pak Jokowi, abang aku tukang becak dayung, mencari makan. Kami bukan PKI, kami orang miskin yang dikalahkan," teriak seorang wanita penghuni rumah. 

Karena upaya persuasif gagal karena terus mendapatkan penolakan dari penghuni rumah, petugas akhirnya bisa masuk dan menguasai rumah tersebut. 

Eksekusi rumah di Medan ricuh (Malo M/VOI)

Juru Sita PN Medan, M Syahrir Harahap menjelaskan, perkara terhadap kepemilikan rumah tersebut sudah sejak tahun 2015. Kata Syahrir, rumah tersebut milik Abdul Aziz. 

"Proses ini perkara tahun 2015, penggugatnya Abdul Aziz dan tergugat ahli waris dr Jaidi Zeni Bakri. Dalam gugatan itu, mereka menang diakui tanah ini milik mereka," kata Syahrir. 

Menurut Syahrir, pihak tergugat bersedia dan melakukan perlawanan tahun 2016. Namun, semua upaya hukum tergugat ditolak. 

"Maka si penggugat memohon untuk dieksekusi. Secara baik sudah kita minta, ini sudah ketiga kali dari tahun 2017 dan hari ini dieksekusi," ujar dia. 

"Kita sudah imbau baik-baik, tapi tidak mau terpaksa kita upayakan paksa," sambung Syahrir. 

Eksekusi rumah di Medan ricuh (Malo M/VOI)

Sementara, kuasa hukum terdakwa, Daniel Pardede mengatakan eksekusi ini cacat hukum. Sebab, pihaknya melihat banyak kejanggalan dalam sengketa rumah itu. 

"Ada banyak kejanggalan di sini, kenapa ada jual beli dengan harga Rp 55 juta tahun 1994. Ini harganya sudah Rp 1 miliar pada saat itu," kata Pardede. 

Selain itu, dia mengungkapkan jika ahli waris dijanjikan akan menerima uang Rp 400 juta. Namun, sampai sekarang uang tersebut belum diterima oleh ahli waris. 

Pardede menegaskan, pihak ahli waris tidak pernah melakukan jual beli rumah. 

"Ada apa, tidak pernah ada jual beli. Kita kejar notaris yang bikin jual beli antara Misdan suami almarhum dengan dokter yang sudah almarhum, ini rekayasa," kata Pardede.