Bagikan:

JAKARTA - Raja Maori Selandia Baru Tuheitia Pootatau Te Wherowhero VII meninggal dengan tenang pada Jumat pagi di usia 69 tahun, menurut pernyataan yang dirilis oleh perwakilannya.

"Meninggalnya Kiingi Tuheitia adalah momen kesedihan yang mendalam bagi para pengikut Te Kiingitanga, Maoridom, dan seluruh bangsa," kata juru bicara Rahui Papa di media sosial, melansir Reuters 30 Agustus.

Ia menambahkan, Raja tersebut telah berada di rumah sakit untuk memulihkan diri dari operasi jantung beberapa hari setelah merayakan ulang tahun ke-18 penobatannya.

Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon mengatakan dalam sebuah pernyataan, negara itu akan berduka atas hilangnya Kiingi Tuheitia.

"Komitmennya yang teguh kepada rakyatnya dan upayanya yang tak kenal lelah untuk menegakkan nilai-nilai dan tradisi Kingitanga telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada bangsa kita," katanya.

Sedangkan Jacinda Ardern, mantan perdana menteri Selandia Baru, mengatakan Kiingi Tuheitia telah menjadi pendukung Maori, untuk keadilan, keadilan dan kemakmuran.

Media setempat melaporkan jenazah Raja sekarang akan dibawa ke tempat pertemuan di rumahnya, Turangawaewae marae, dan tangihanga, atau upacara pemakamannya, diperkirakan berlangsung setidaknya lima hari.

Diketahui, Kiingi Tuheitia menggantikan ibunya, Ratu Dame Te Atairangikaahu. Penobatannya digelar pada 21 Agustus 2006.

Peran raja Maori tidak harus bersifat turun-temurun dan pemimpin baru akan ditunjuk oleh kepala suku yang terkait dengan Gerakan Raja pada hari pemakaman Kiingi Tuheitia tetapi sebelum ia dimakamkan, menurut Radio Selandia Baru.

Raja Maori dianggap sebagai kepala suku tertinggi dari beberapa suku, atau iwi, tetapi tidak berafiliasi dengan semuanya. Peran raja tidak memiliki kewenangan hukum atau yudisial di Selandia Baru dan sebagian besar bersifat seremonial.

Gerakan Raja, atau Kiingitanga, bermula pada tahun 1858 dalam upaya untuk menyatukan suku-suku asli Selandia Baru di bawah satu pemimpin untuk memperkuat perlawanan mereka terhadap kolonialisme.