JAKARTA - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menunda evakuasi 150 anak-anak Palestina yang sakit dan terluka dari Jalur Gaza ke Uni Emirat Arab (UEA) untuk mendapatkan perawatan, lapor media Israel Hari Minggu.
"Sekelompok anak-anak yang sakit dari Gaza seharusnya berangkat ke UEA melalui Israel besok (Senin), namun setelah insiden Majdal Shams, Perdana Menteri Netanyahu memerintahkan penundaan keberangkatan mereka," kata otoritas penyiaran yang dikelola pemerintah, melansir Anadolu 29 Juli.
Mengutip The Times of Israel dari Kan, penundaan tersebut menyusul serangan Hizbullah di Dataran Tinggi Golah yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja.
Lebih jauh dikatakan, PM Netanyahu memutuskan untuk menunda keberangkatan anak-anak tersebut melalui Pangkalan Udara Ramon Israel.
Belum ada komentar dari UEA mengenai masalah ini. Kantor PM Netanyahu juga tidak memberikan tanggapan langsung.
Kan menyebutkan, anak-anak itu akan diterbangkan pada Senin sore waktu setempat dari Pangkalan Udara Ramon.
PM Netanyahu awal bulan ini memveto keputusan Menteri Pertahanan Yoav Gallant untuk merawat anak-anak Gaza di rumah sakit lapangan dekat perbatasan Israel-Gaza.
Menhan Gallant mengatakan, rumah sakit lapangan yang ingin didirikannya di Israel untuk mengatasi kurangnya pergerakan antara Gaza dan Mesir karena penutupan penyeberangan Rafah yang sebelumnya digunakan warga Gaza untuk bepergian ke luar negeri guna mendapatkan perawatan medis.
Sementara itu, Dokter untuk Hak Asasi Manusia telah mengindikasikan Israel sebelumnya telah menunda atau membatalkan pelaksanaan evakuasi semacam ini sebelumnya, dikutip dari WAFA.
BACA JUGA:
Sumber informasi berbicara tentang kemungkinan sebuah pesawat yang membawa 250 orang sakit dan terluka lepas landas dari Jalur Gaza ke UEA selama minggu ini.
Sumber-sumber di Gaza mengonfirmasi, mereka yang membutuhkan perawatan setidaknya 100 kali lipat dari jumlah tersebut, dengan mencatat ada 25.000 pasien yang memerlukan pemindahan dan harus bepergian ke luar negeri, yang mengindikasikan jumlah orang sakit dan terluka yang telah meninggalkan Jalur Gaza sejak awal agresi hanya mencapai 5.000 orang.
Dokter untuk Hak Asasi Manusia dan organisasi hak asasi manusia lainnya telah mengajukan petisi ke Mahkamah Agung Israel pada Juni lalu, menuntut agar pasien dan orang terluka yang menghadapi bahaya yang mengancam jiwa diizinkan meninggalkan Jalur Gaza untuk menerima perawatan yang diperlukan.