Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menyoroti proses penyusunan peraturan baru untuk perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) yang saat ini tengah digodok oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Puan mengingatkan, aturan baru tersebut harus mengutamakan keamanan dan perlindungan masyarakat.

“OJK harus tegas dalam menyusun aturan tentang pinjaman online dan utamakan perlindungan juga keamanan rakyat. Jangan sampai lebih banyak yang terlilit utang pinjol,” ujar Puan kepada wartawan, Senin, 15 Juli

Menurut Puan, masyarakat Indonesia saat ini masih kurang mendapatkan literasi komprehensif terkait aturan pinjaman online. Akhirnya, kata Puan, banyak masyarakat yang terjebak utang pinjol dan berada dalam situasi menyulitkan.

“Dalam realitasnya masyarakat yang terlilit utang pinjol semakin banyak. Sehingga edukasi menjadi satu hal yang penting dilakukan kepada masyarakat, untuk melindungi mereka agar tidak terjebak dalam kondisi gagal bayar,” katanya.

Berdasarkan data OJK, masyarakat Indonesia yang terlilit utang pinjol mencapai hampir 5 persen. Sementara Rancangan Peraturan OJK tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) baru masuk dalam tahap penyelarasan. Dalam RPOJK LPBBTI direncanakan penyesuaian batas maksimum pendanaan produktif dari sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar.

Puan menilai, pemerintah dalam hal ini OJK, harus tegas dalam menegakkan aturan yang menjaga agar konsumen pinjol dibatasi cara dan angkanya. Data Statistik Fintech Lending OJK tahun 2023 menemukan mayoritas nasabah pinjol adalah generasi muda, terutama dari kelompok usia 19 sampai 34 tahun.

Sedangkan para generasi Z dan Milenial tercatat sebagai kelompok usia penerima terbesar kredit pinjol, yakni 54,06 persen atau mencapai Rp 27,1 triliun.

“Dari data terlihat bahwa yang paling banyak melakukan pinjaman online itu generasi Z dan Milenial, ini yang harus kita perhatikan dan lindungi. Mereka pemimpin masa depan bangsa yang harus dilindungi dari permasalahan-permasalahan seperti ini,” jelas Puan.

Pada rancangan aturan itu dijelaskan bahwa pencairan dana hingga Rp10 miliar hanya dapat dilakukan sesuai dengan syarat dan kriteria yang telah ditentukan. Adapun kriterianya ialah perusahaan penyedia jasa pinjaman harus memiliki rasio wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) maksimum 5 persen.

Selain itu, perusahaan tidak boleh sedang dalam sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagian atau seluruhnya dari OJK. Karena itu, Puan menekankan pentingnya edukasi, sosialisasi dan perlindungan regulasi untuk menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat.

“Agar masyarakat memahami aturan peminjaman online yang aman dan sesuai dengan keadaan ekonomi setiap masing-masing individu. Edukasi, sosialisasi, dan jaminan regulasi yang tegas dan pengawasan yang ketat menjadi hal yang penting agar masyarakat dapat membuat keputusan yang bijaksana saat menggunakan layanan pinjaman online,” kata mantan Menko PMK itu.

Puan juga meminta Pemerintah memberikan pengawasan kepada Fintech P2P lending. Puan menegaskan Pemerintah dan pihak berwenang lainnya harus memastikan layanan pinjol yang digunakan masyarakat adalah layanan legal.

“Bagaimana Pemerintah menjamin agar pinjol-pinjol ilegal tidak lagi menjamur, dan tegas menerapkan penegakan hukum pada pinjol-pinjol ilegal yang memudahkan pemberian syarat pinjaman tapi sangat merugikan masyarakat karena bunganya yang tinggi,” katanya

“Layanan pinjaman harus memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” tutup Puan.