Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) belakangan ini kerap menghabiskan waktunya untuk beribadah di rumah tahanan (rutan).

Aktifitas dari SYL itu disampaikan penasihat hukumnya, Djamaluddin Koedoeboen yang dipertanyakan perihal kesiapan kleinnya menghadapi pembacaan putusan atau vonis di kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan), Kamis, 11 Juli.

"Beliau, pertama, lebih banyak di masjid. Selain salat, ngaji juga mendengar ceramah dari para ustaz. Ya lebih fokus menyerahkan diri kepada Allah SWT dalam kaitan dalam menghadapi persidangan ini, untuk putusan besok. Jadi semua diserahkan aja kepada Allah," ujar Djamaluddin kepada wartawan, Rabu, 10 Juli.

Disampaikan juga, SYL berharap majelis hakim yang menangani perkaranya memutus bebas. Sebab, selama proses persidangan eks Mentan itu meyakini tak ada fakta yang membuktikan dirinya memerintahkan pengumpulan dana atau sharing.

Terlebih, kondisinya yang sudah menurun karena berusia lanjut diharapkan juga bisa memperingan apapun putusan dari majelis hakim.

"Kita berharap beliau diputus bebas, pertimbanganya sederhana aja karena memang dalam fakta fakta persidangan itu kan tidak satupun yang menunjuk ke beliau terkait dengan perintah, disuruh, terkait kumpul kumpul itu," sebutnya.

Di sisi lain, Djamaluddin juga menyampaikan sebenarnya kliennya itu sangat rapuh selama proses persidangan. Hanya saja, SYL berusaha tegar menghadapinya untuk keluarganya.

"Beliau juga sebenernya hanya, ya seorang pejabat, mantan pejabat ya, orang yang juga seorang tokoh di Sulawesi Selatan, jadi tentu ingin memperlihatkan ketegaran, keteguhan di hadapan publik, tapi sesungguhnya sebagai manusia biasa ya tentu beliau juga rapuh sebenernya itu," sebutnya.

"Hanya saja itu tadi, beliau tidak mau ada kekecewaan publik, ada kekecewaan keluarga, karena itu kan bisa berdampak lain sehingga ya beliau tetap menunjukan aja, beliau kuat menghadapi itu semua," sambung Djamaluddin.

Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi, Syahrul Yasin Limpo dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Ia juga diminta membayar uang pengganti sekitar Rp44 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

Tuntutan itu diberikan karena jaksa menyakini SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP