JAKARTA - Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir menyerukan hukuman mati bagi tahanan Palestina di penjara Israel yang terbukti bersalah atas tindak pidana terorisme.
Itamar Ben-Gvir mengatakan dalam sebuah unggahan di platform media sosial X, kelebihan kapasitas di penjara Israel sejak Perang Gaza meletus dapat diatasi dengan "solusi yang jauh lebih sederhana, yakni memberlakukan hukuman mati terhadap teroris".
"Saya telah mengusulkan solusi yang lebih sederhana, dengan memberlakukan hukuman mati bagi teroris, yang akan menyelesaikan masalah kepadatan penghuni, undang-undang yang juga ditentang keras oleh Shin Bet," tulisnya di X, seperti dikutip 3 Juli.
Sebelumnya, ia menyerukan penggunaan kursi listrik terhadap teroris yang dihukum.
Hukuman mati dimungkinkan dalam sistem peradilan Israel, tetapi hanya digunakan dua kali dalam sejarah negara itu dan tidak pernah terhadap warga Palestina, seperti dikutip dari The National News.
Ben-Gvir, yang jabatan menterinya meliputi kepolisian dan penjara, telah lama menyerukan hukuman yang lebih berat dan kondisi penjara bagi warga Palestina yang ditahan atas tuduhan keamanan.
Di awal masa jabatannya, ia mempersingkat waktu yang dapat dihabiskan narapidana untuk mandi dan menutup toko roti di dalam penjara yang dikelola oleh narapidana, di antara berbagai tindakan lainnya.
Komentar Ben-Gvir soal hukum mati muncul setelah pemerintah diguncang oleh pembebasan Direktur Rumah Sakit Al Shifa di Gaza, Mohammad Abu Salmiya, bersama dengan pembebasan 55 tahanan lainnya, menurut media Palestina.
Perdana Menteri Benjami Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menjauh dari masalah itu. Sedangkan Ben-Gvir dan badan intelijen Shin Bet saling tuding, sementara otoritas penjara menepis soal kelebihan kapasitas.
Mengenai kontroversi penjara, saluran berita Kan di Israel juga menerbitkan pesan WhatsApp yang bocor di mana Ben-Gvir menyerukan pemecatan kepala Shin Bet, Ronen Bar.
Shin Bet pada gilirannya menuduh menteri tersebut memiliki tanggung jawab yang signifikan dalam masalah tersebut, dengan mengatakan dia tidak menanggapi seruan berulang kali oleh lembaga tersebut untuk mengatasi kekurangan sel penjara yang diperburuk oleh penahanan massal dalam perang Gaza.
Layanan Penjara Israel (IPS) yang berada di bawah wewenang Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, menepis klaim yang dibuat oleh Shin Bet, bahwa mereka terpaksa melepaskan tahanan kembali ke Gaza karena kurangnya ruang di penjara.
"Sayangnya, karena publikasi palsu, kami terpaksa mengungkapkan perintah pembebasan direktur Rumah Sakit Shifa," kata IPS, yang menerbitkan gambar dokumen yang ditandatangani oleh seorang brigadir jenderal IDF (militer Israel), dilansir dari The Times of Israel.
"Bertentangan dengan klaim palsu yang telah dipublikasikan dalam beberapa jam terakhir, mereka yang membuat keputusan untuk membebaskan direktur Rumah Sakit Shifa adalah IDF dan Shin Bet, bukan IPS," kata layanan tersebut.
"IPS tidak membuat keputusan sendiri untuk membebaskan tahanan dalam bentuk apa pun, dan hanya dipercayakan untuk memenjarakan tahanan," tambah layanan ini.
BACA JUGA:
"Direktur rumah sakit tidak dibebaskan karena krisis penahanan — ia dibebaskan dari sel di Penjara Nafha," kata IPS.
Tidak jelas bagaimana lembaga tersebut berargumen bahwa pembebasannya dari Nafha menunjukkan keputusan tersebut tidak didasarkan pada kurangnya sel penjara.
Terpisah, otoritas kesehatan Gaza pada Hari Selasa mengumumkan, jumlah korban jiwa warga Palestina akibat serangan Israel sejak 7 Oktober telah meningkat menjadi 37.925 orang, sementara 87.141 orang mengalami luka-luka. Mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak, dikutip dari WAFA.