JAKARTA - Pejabat Israel membenarkan penolakan negara itu untuk membebaskan jenazah tokoh Palestina yang meninggal di tahanan sejak dipenjara hampir empat dasawarsa lalu, khawatir akan memicu konfrontasi selama pemakamannya.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menolak untuk membebaskan jenazah tahanan Palestina Walid Daqqa yang tewas bulan lalu, setelah bertahun-tahun kelalaian medis yang disengaja oleh administrasi penjara Israel.
Walid Daqqa meninggal di Rumah Sakit Assaf Harofeh Israel pada tanggal 7 April.
Otoritas Penyiaran Israel melaporkan, Menteri Keamanan Nasional Israel yang juga tokoh sayap kanan Itamar Benn-Gvir membenarkan penolakan Menhan Gallant "karena takut akan pecahnya konfrontasi selama upacara pemakaman, di tengah agresi Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza," dikutip dari WAFA 3 Mei.
Komisi dan PPS menggambarkan kematian Daqqa sebagai bagian dari kebijakan "pembunuhan perlahan" yang dilakukan oleh administrasi penjara Israel terhadap tahanan yang sakit.
Kondisi kesehatan Daqqa memburuk sejak Maret tahun lalu, tiga bulan sebelum tanggal pembebasan sebelumnya setelah menderita pneumonia parah dan gagal ginjal akut, serta didiagnosis menderita kanker myelofibrosis pada 18 Desember 2022.
Myelofibrosis adalah kanker sumsum tulang langka yang berkembang dari leukemia yang didiagnosis sekitar sepuluh tahun lalu dan dibiarkan tanpa pengobatan yang tepat.
Pada April tahun lalu, Daqqa menjalani operasi pengangkatan sebagian paru kanannya, kemudian dipindahkan ke Klinik Penjara Ramla.
Pada tanggal 22 Mei, kondisinya semakin memburuk dan dipindahkan ke Rumah Sakit Assaf Harofeh karena komplikasi proses pengangkatan paru-paru, yang menyebabkan sesak napas dan infeksi yang sangat parah.
Setelah dipindahkan ke rumah sakit, ia menjalani prosedur kateterisasi karena mengalami gagal jantung. Tiga hari kemudian, otoritas penjara mengembalikannya ke "Klinik Penjara Ramla" yang menyebabkan kondisinya semakin memburuk. Dia dipindahkan lagi ke Rumah Sakit Assaf Harofeh dan kemudian dikembalikan ke penjara Ramla.
Tahun lalu, Addameer, sebuah kelompok hak asasi manusia yang mendukung tahanan Palestina, mengatakan Daqqa "sangat membutuhkan perhatian medis yang mendesak", menuduh pihak berwenang Israel menolak perawatan yang diberikan kepadanya dan menyerukan "pembebasan segera", dikutip dari Al Jazeera.
Namun Israel menolak untuk membebaskannya dari penjara lebih awal, dan menetapkan tanggal pembebasannya pada tahun 2025.
Daqqa adalah satu dari 19 warga Palestina yang telah menghabiskan lebih dari 30 tahun di penjara pendudukan Israel, serta satu dari 23 warga Palestina yang dipenjara sejak sebelum Perjanjian Oslo.
Novelis dan aktivis Palestina ini berasal dari Baqa al-Gharbiyye, kota yang didominasi warga Palestina di Israel, dan telah mendekam di penjara Israel selama 38 tahun, menurut Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina.
Daqqa adalah salah satu tahanan Palestina yang paling terkenal. Dia ditangkap oleh Israel pada tahun 1986 karena tuduhan membunuh seorang tentara Israel dan tetap berada di penjara sejak saat itu. Pada tahun 1999, ia menikah saat berada di balik jeruji besi.
BACA JUGA:
"Dia adalah salah satu intelektual tahanan yang paling menonjol, dengan beberapa karyanya, terutama 'Melting the Consciousness', 'Parallel Time' dan novel 'The Secret of the Oil Story', yang menerima penghargaan lokal dan Arab," cuit seorang diplomat di Misi Palestina untuk Uni Eropa dalam unggahan di media sosial X.
"Daqqa meninggalkan warisan sebagai pahlawan Palestina," katanya.
Diketahui, jumlah korban tewas warga Palestina di penjara-penjara pendudukan telah meningkat menjadi 14 orang sejak pecahnya konflik terbaru Hamas-Israel 7 Oktober 2023 lalu. Sedangkan sejak tahun 1967, sekitar 251 tahanan tewas dalam tahanan Israel.