Bebas dari Penjara Israel, Politisi Perempuan Palestina Langsung ke Makam Putrinya yang Wafat saat Ia Ditahan
Ilustrasi pembebasan Khalida Jarrar. (Wikimedia Commons/Zaher333)

Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Israel membebaskan salah satu pemimpin politik Palestina Khalida Jarrar (58), setelah menahan politisi wanita itu selama hampir dua tahun terakhir.

Tokoh politik sayap kiri dan anggota Dewan Legislatif Palestina (PLC) ini dibebaskan di pos pemeriksaan Salem di barat Kota Jenin pada Minggu sore waktu setempat.

Tentara Israel menangkap Jarrar dari rumahnya di Ramallah pada 31 Oktober 2019, delapan bulan setelah dia dibebaskan, setelah 20 bulan dalam penahanan administratif tanpa pengadilan atau perubahan.

Pada Bulan Juli, salah satu dari dua putri Jarrar, Suha yang berusia 31 tahun, meninggal di Ramallah setelah komplikasi kesehatan, yang menyebabkan seruan massal agar Israel membebaskan politisi tersebut lebih awal untuk menghadiri pemakaman putrinya, namun ditolak Israel.

Setelah dibebaskan, Jarrar pergi ke Pemakaman Ramallah pada Hari Minggu di mana Suha dimakamkan. Puluhan anggota terkemuka, pendukung dan pemimpin partai politik Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), ketua Klub Tahanan Palestina, Qadura Faris, gubernur kota Ramallah dan al-Bireh, Leila Ghannam, dan puluhan wartawan Palestina hadir di kuburan ketika Jarrar tiba.

"Mereka melarang saya untuk berpartisipasi dalam pemakaman putri tercinta saya dan dari memberikan ciuman di dahi putri saya," tukas Jarrar di pemakaman, mengutip Al Jazeera 26 September

"Mereka menolak saya mengucapkan selamat tinggal. Terakhir kali saya memeluk Suha adalah pada malam penangkapan saya pada tahun 2019," getirnya sambil menangis.

Seorang pemimpin senior PFLP mengatakan, “saat ini adalah saat yang sangat menyakitkan dan kata-kata tidak mengungkapkan perasaan sedih yang mendalam, kami senang Jarrar bebas dari penjara pendudukan".

Jarrar ditahan dalam penahanan administratif hingga Maret tahun ini, ketika pengadilan militer Israel mendakwanya dengan keanggotaan dalam organisasi ilegal karena berafiliasi dengan PFLP, tuduhan yang sebelumnya membuat dia dipenjarakan.

Sementara, kelompok hak-hak tahanan Addameer yang berbasis di Ramallah mengatakan, "semua penahanan dan penangkapan semacam itu merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan bertentangan dengan prinsip hukum yang ditetapkan secara internasional dan larangan mengadili seseorang untuk tindakan yang sama dua kali".

Israel melarang lebih dari 400 organisasi, termasuk semua partai politik Palestina, tak terkecuali partai Fatah yang berkuasa dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang dicap sebagai 'kelompok teroris'.

Ketentuan ini secara teratur menghukum banyak orang Palestina dengan dalih 'keanggotaan dalam organisasi ilegal' atau 'memberikan layanan kepada salah satu kelompok tersebut, karena afiliasi politik mereka, atau segala jenis kegiatan damai.

Jarrar sendiri telah lama menjadi target pendudukan Israel karena sifatnya yang blak-blakan dan aktivisme politiknya.Dia telah menghabiskan sebagian besar dari enam tahun terakhir hidupnya untuk keluar-masuk penjara Israel.

Termasuk antara Juli 2017 dan Februari 2019 dalam penahanan administratif, sebuah kebijakan Israel yang memungkinkan pemenjaraan warga Palestina tanpa batas waktu, atas 'informasi rahasia', tanpa mengajukan tuntutan resmi kepada mereka atau membiarkan mereka diadili.

Pada tahun 2015, dia dijatuhi hukuman 15 bulan atas tuduhan yang sama, 'keanggotaan dalam organisasi ilegal'. Pihak berwenang Israel telah melarangnya bepergian sejak 1988, kecuali untuk perjalanan tiga minggu ke Amman, Yordania, untuk perawatan medis.

Jarrar terpilih sebagai anggota PLC dalam daftar PFLP pada tahun 2006. Dia juga ditunjuk sebagai Komite Nasional Palestina untuk ditindaklanjuti dengan Pengadilan Kriminal Internasional.