Bagikan:

JAKARTA - Warga Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mengaku kecewa karena Pemerintah Kota Jakarta Selatan belum menindaklanjuti keluhan mereka terhadap restoran dan kafe yang operasionalnya mengganggu permukiman warga setempat.

Warga Melawai mengeluhkan jarang badan jalan, trotoar, hingga area depan rumah warga digunakan sebagai tempat parkir pelanggan restoran dan kafe di sana.

Warga juga mengaku kerap terganggu atas kebisingan suara musik yang berasal dari restoran tersebut.

Padahal, Ketua RW 01 Melawai Nizarman Aminuddin menyebut warganya sudah mengadu kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo sejak pekan lalu. Prasetyo juga telah meminta Pemkot Jaksel untuk membereskan persoalan ini.

"Tidak ada progres. Jadi kalau saya katakan tidak ada komunikasi. Tidak ada perubahan sama sekali dalam kegiatan sehari-harinya kafe-kafe ini. Sepertinya kita diabaikan, dicuekin kecamatan dan kelurahan," kata Nizarman kepada wartawan, Rabu, 26 Juni.

Nizarman mengungkapkan, pihak kecamatan maupun kelurahan juga belum memberikan informasi mengenai penindakan terhadap operasional restoran dan kafe yang menganggu warga di wilayahnya.

"Kita ngadu ke kelurahan sudah, kecamatan sudah, sampai ke wakil rakyat (DPRD) juga sudah. Rasanya kami kecewa ya, sangat kecewa. Harus melapor ke mana lagi ini? Apakah kita harus ke presiden?" keluh Nizarman.

Nizarman yang juga menjabat Ketua Paguyuban RW di Kelurahan Melawai mengaku khawatir jika persoalan ini tak kunjung diselesaikan, maka akan muncul masalah sama di tempat lainnya, khususnya di Melawai.

"Kan pemerintah daerah yang mengeluarkan izin, yang mengatur dan mengawasi penegakan disiplin daripada peraturan. Kami warga hanya bersifat melaporkan apa situasi yang terjadi," ucap Nizarman.

Setelah adanya aduan dari warga RW 01, kini warga RW 03 Melawai juga menyampaikan keluhan serupa. Ketua RW 03 Melawai, Rizky Viriyanto juga menyebut warganya resah dengan operasional sejumlah restoran dan kafe.

"Di tempat saya parkiran liar sudah marak. Setiap hari saya urusin parkir liar saja. Adanya kafe-kafe ini juga bikin khawatir soal keamanan, kebersihan dan lingkungan masalah juga. Kan limbah mereka itu bau ke mana-mana kan," jelas Rizky.

Ia menilai Pemerintah terlalu membebaskan pendirian tempat usaha meskipun mengganggu karena berlokasi di kawasan perumahan.

"Harusnya ada antisipasi mana perumahan mana untuk bisnis. Sekarang dibiarin aja. Apalagi demand pasar di sini kan gede, jadi ada terus yang mau bisnis," ucap dia.

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengaku pihaknya kerap mendapat keluhan dari warga terkait keberadaan tempat usaha makanan dan minuman yang dibangun di lingkungan permukiman.

Beberapa keluhan di antaranya datang dari warga yang tinggal di daerah Tulodong, Widya Chandra, Kemang hingga Melawai. Saat diprotes, pengelola tempat usaha mengklaim mereka telah mendapat izin online single submission (OSS) untuk menjalankan usaha.

"Warga protes ke sini, tapi Wali Kota juga enggak bisa ngomong apa-apa karena ada OSS yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Prasetyo kepada wartawan, Kamis, 20 Juni.

OSS yang diterbitkan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik. OSS digunakan dengan tujuan memangkas waktu dan birokrasi dalam proses perizinan usaha.

Namun, menurut Prasetyo, sayangnya pemerintah pusat dalam menerbitkan OSS tak mencermati peruntukan zonasi yang telah ditetapkan pemerintah daerah. Akibatnya, warga yang tinggal di sekitar tempat usaha pada kawasan permukiman kerap terganggu.

"Seharusnya kan mereka berkoordinasi dengan pemda yang ada aturannya. Acuan untuk mengeluarkan izinnya, dia enggak melihat demografi di wilayahnya bahwa ini bukan untuk usaha itu. Ditabrak aja dari aturan OSS ini," cecar Prasetyo.