Bagikan:

SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan penandatanganan nota kesepakatan bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Surabaya. 

Penandatanganan ini terkait kerja sama program Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage) untuk warga Kota Surabaya. 

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengatakan penandatanganan nota kesepakatan bersama ini untuk memastikan warga Surabaya, secara otomatis mendapatkan layanan kesehatan dengan menggunakan KTP. 

"Insyaallah mulai 1 April 2021, seluruh warga KTP Surabaya di mana pun rumah sakit yang bekerjasama dengan pemerintah kota, itu cukup dengan KTP sudah bisa dilayani kesehatannya," kata Eri Cahyadi di Balai Kota Surabaya, Selasa, 16 Maret.

Dalam program Universal Health Coverage (UHC), apabila pemegang jaminan kesehatan sudah mencapai 95 persen, maka warga yang sakit cukup menunjukkan KTP untuk mendapatkan layanan kesehatan. 

Di sisi lain, program ini juga bertujuan memastikan masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan tanpa harus menghadapi kesulitan finansial. 

"Sehingga untuk mendapatkan layanan kesehatan, warga KTP Surabaya tidak perlu lagi menggunakan surat keterangan miskin," ujarnya.

Program itu juga mengatur kondisi warga dengan BPJS mandiri kelas satu, namun tiba-tiba tidak sanggup membayar. Otomatis pasien itu bisa dimasukkan ke kelas tiga dengan tanggung jawab pembayarannya berada di Pemkot Surabaya.

"Misal ada warga Surabaya sakit di (BPJS) kelas satu, tiba-tiba dia tidak mampu membayar, kemudian dia berubah ke kelas tiga. Nah, ketika mau pindah ke kelas tiga secara otomatis langsung (biaya) dicover oleh pemerintah kota," ujarnya.

Eri Cahyadi mengatakan Pemkot Surabaya juga siap menanggung pembayaran BPJS Kesehatan warga Surabaya apabila sudah non-aktif saat pesertanya tidak lagi bekerja di perusahaan yang menanggung BPJS. 

"Saya berharap tidak ada lagi warga Surabaya yang sakit dan sedih karena tidak dilayani kesehatannya," katanya.

Optimalisasi layanan kesehatan rupanya tak hanya dilakukan Pemkot Surabaya dari sisi pembiayaan. Sebab, Pemkot sedang menyiapkan SOP batas waktu maksimal pelayanan di puskesmas, mulai dari mendaftar hingga menerima obat. 

"Nah, ini yang kita ingin memberikan betul jaminan kesehatan kepada masyarakat. Jangan sampai ada (warga) nanti datang berobat 15 menit, menunggunya 2 jam. Sehingga nanti pelayanannya bisa lebih cepat," jelasnya.

Sementara itu, Deputi Direksi Wilayah Jawa Timur, I Made Puja Yasa, mengapresiasi upaya wali kota bersama jajarannya dalam mengawal proses pendataan kepesertaan jaminan kesehatan di Kota Surabaya. Apalagi, kata dia, jaminan kesehatan nasional adalah program yang wajib diikuti sebagai upaya proteksi kesehatan finansial. 

"Ini menunjukkan bahwa komitmen yang luar biasa terkait kehadiran pemerintah di dalam memastikan jaminan kesehatan di wilayah Kota Surabaya," kata I Made.

 

Dia mengungkapkan, saat ini jumlah warga yang sudah tercover program ini secara nasional sebanyak 222 juta jiwa atau sekitar 82 persen dari total penduduk di Indonesia. Sedangkan di Jatim, jumlah penduduk yang sudah tercover program ini sebanyak 30,9 juta jiwa ini dari 41 juta jiwa. Artinya, masih 75 persen dari total penduduk di Jatim yang sudah tercover.

"Sedangkan posisi Surabaya sendiri, saat ini penduduk yang sudah yang tercover dari 2,9 itu ada 2,5 juta. Jadi lebih kurang 84,4 persen. Jadi saat ini saja Kota Surabaya sudah di atas rata-rata nasional," ujarnya.

Menurutnya, Surabaya sebagai kota/kabupaten dengan penduduk terbanyak di Jatim, juga memiliki jumlah peserta jaminan kesehatan yang paling tinggi. Tentunya untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan komitmen dan kerja keras yang tinggi.

"Jadi ini prestasi yang cukup luar biasa. Terlebih Bapak Wali Kota juga menyampaikan bahwa warga (Surabaya) yang menunggak pembayaran (BPJS), itu juga langsung dimasukkan menjadi peserta yang dibiayai pemerintah daerah. Artinya ini merupakan komitmen yang luar biasa," katanya.