Bagikan:

JAKARTA - Berikut ini adalah dua contoh kasus hukum perdata dan analisisnya yang bisa menjadi pengingat sekaligus bahan pembelajaran agar tak terjadi lagi di tahun sekarang dan seterusnya.

Kasus pertama terjadi antara PT Indorayon dengan masyarakat. Kasus kedua terkait gugatan perdata kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kepada beberapa perusahaan. Dua kasus tersebut memiliki corak yang berbeda sehingga diharapkan mampu memperkaya khasanah pengetahuan mengenai hukum perdata.

Dua contoh kasus hukum perdata dan analisisnya

1.      Kasus PT Indorayon dengan masyarakat

Pihak yang menjadi dalang dari kasus ini adalah PT Toba Pulp Lestari (PT. TPL/eks.PT. Inti Indorayon Utama). PT Indorayon mulai beroperasi pada akhir 1980-an.

Tahun 1999, perusahaan tersebut ditutup berdasarkan rekomendasi dari Menteri Negara Lingkungan Hidup, ketika itu dijabat oleh Sonny Keraf. Alasannya, perusahaan tersebut terbukti telah mencemari dan membahayakan lingkungan.

Pada Maret 2002, PT Indorayon kembali dibuka atas rekomendasi Wakil Presiden Republik Indonesia, ketika itu dijabat oleh Megawati Soekarnoputri. PT Indorayon kembali buka dengan nama lain, yaitu PT Toba Pulp Lestari (PT TPL).

Sepuluh tahun beroperasi, masyarakat Porsea merasakan dampak yang tak menyenangkan. Perusahaan tersebut mencemari lingkungan dan mendatangkan masalah sosial, misalnya konflik dan intimidasi aparat terhadap warga yang menolak PT Indorayon.

Kualitas lingkungan yang buruk juga membuat kesehatan masyarakat menurun.  Limbah dari perusahaan tak hanya mencemari udara, tetapi juga membuat hasil panen warga menurun. Banyak bulir padi yang kosong atau tak berisi.

Masyarakat sekitar pun khawatir jika kejadian 10 tahun sebelumnya terjadi lagi sejak PT TPL dibuka. Selain itu, warga sekitar mengaku bahwa limbah uap dari pabrik cukup mengganggu udara.

Berdasarkan data di Puskesmas Porsea, jumlah penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) pada Januari 2001 mencapai 92 orang. Pada Januari 2002 mencapai 103 orang. Jumlah tersebut meningkat lagi pada Januari 2003, yaitu menjadi 128 orang.

Analisis dari kasus tersebut

PT Indorayon merupakan perusahaan yang telah mencemari lingkungan hingga mengakibatkan dampak yang buruk bagi masyarakat sekitar. Kemudian, perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah tertulis, yaitu bersifat bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku dan melanggar hak subjektif orang lain.

Perbuatan melawan hukum meliputi beberapa hal, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan hak milik orang lain, perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, dan perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan di dalam pergaulan masyarakat yang baik.

Perbuatan melawan hukum memiliki 3 kategori. Pertama, perbuatan melawan hukum karena kesengajaan. Kedua, perbuatan melawan hukum karena kelalaian. Ketiga, perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan dan kelalaian).

Selain itu, perbuatan melawan hukum punya beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut adalah adanya perbuatan, perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, adanya kesalahan dari pelaku, adanya kerugian di pihak korban, adanya hubungan kausal atau saling menyebabkan antara perbuatan dengan kerugian.

2.      Gugatan perdata karhutla senilai Rp3,15 Triliun

Ini merupakan contoh yang kedua. Pada 2019 pemerintah terus melakukan koordinasi dengan pengadilan negeri guna mempercepat upaya eksekusi kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, mengatakan bahwa dari nilai total gugatan perdata kasus karhutla sebesar Rp 3,15 triliun, jumlah yang disetorkan ke rekening negara pada waktu itu baru Rp78 miliar.

"Uang tersebut masuk ke rekening negara karena termasuk penerimaan negara bukan pajak," ungkap Rasio, Selasa, 1 Oktober 2019.

Sisanya, pemerintah ketika itu masih proses upaya penegakan hukum. Salah satu contoh, eksekusi di Pengadilan Negeri (PN) Nagan Raya Aceh senilai Rp360 miliar terhadap kasus karhutla yang ada di wilayah PT Kallista Alam.

Koordinasi pun terus dilaksanakan, kemudian masuk tahap penilaian terhadap aset PT Kallista Alam yang ketika itu akan dilelang untuk membayar ganti rugi. Selain itu, pemerintah juga memproses pengiriman surat ke beberapa PN agar segera melakukan pemanggilan pihak yang terkait.

"Ada tujuh surat sudah kami kirimkan ke pengadilan, artinya ada tujuh perusahaan harus membayar ganti rugi ini," ungkap Rasio.

Rasio menjelaskan, ketika itu ada sembilan perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus karhutla oleh pemerintah melalui KLHK telah inkracht berdasarkan putusan pengadilan.

"Dari sembilan gugatan perdata yang telah inkracht itu nilai gugatannya Rp3,15 triliun."

Selain contoh kasus hukum perdata dan analisisnya, ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI. Waktunya Merevolusi Pemberitaan!