JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara digital tetap berpeluang dicurangi. Cara canggih tak menutup celah untuk korupsi.
Hal ini disampaikannya saat menghadiri seminar bertajuk Mitigasi Permasalahan Hukum dan Audit Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, di Gedung SMESCO Indonesia, Jakarta, Rabu, 12 Juni.
“Dulu ada e-procurement, jadi semua dokumen harus di-upload melalui komputer tapi yang terjadi ternyata sistem tersebut juga bisa diakali,” kata Alexander kepada wartawan dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat, 13 Juni.
“Para vendor membuat kesepakatan di luar, mengatur harga, dan mengatur siapa yang menang,” sambungnya.
Alexander menyebut sejauh ini sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk menutup celah korupsi pengadaan barang dan jasa, salah satunya melalui e-katalog. Tapi, cara ini ternyata belum bisa efektif.
Buktinya, komisi antirasuah masih menangani kasus korupsi yang berkaitan dengan proses tersebut. “Ada modus pembelian secara berulang lewat vendor itu-itu saja, itu juga menjadi warning, kenapa tidak ada vendor lain yang menawarkan,” ujarnya.
Selain itu, ada juga modus lain seperti menggelembungkan harga setelah pejabat pembuat komitmen mengunggah harga. “Dan sebelumnya pasti ada kesepakatan antara PPK dan vendor, kapan barang akan diupload di e-katalog,” tegasnya.
BACA JUGA:
Kondisi ini membuat Alexander mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap proses pengadaan barang dan jasa. Aparat pengawasan inten pemerintah (APIP) harus menganalisa berbagai modus transaksi yang dirasa janggal.
“Kerugian yang ditimbulkan dari korupsi PBJ sangatlah besar. Oleh karenanya, KPK berharap agar sama-sama mengawal PBJ yang bersih sehingga tak ada lagi yang berusaha mengakali e-katalog,” pungkasnya.