JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pengadaan barang dan jasa menjadi juara pertama kasus terbanyak yang ditangani oleh pihaknya. Bahkan, selama pandemi COVID-19 ini, KPK telah menangani 36 kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa khususnya di bidang infrastruktur.
"Percayalah bapak, ibu sekalian. Juara pertama kasus di KPK adalah pengadaan barang dan jasa. Lebih spesifik lagi di bidang konstruksi," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi daring yang ditayangkan di YouTube StranasPK Official, Rabu, 6 Oktober.
Dia memaparkan secara keseluruhan modus korupsi yang ditangani KPK memang paling banyak terkait dengan penyuapan sementara di peringkat kedua berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Namun, dari penyuapan itu rata-rata juga terkait pengadaan khususnya di bidang infrastruktur.
Lebih lanjut, Pahala memaparkan pandemi COVID-19 juga tak menghentikan pihak-pihak tertentu untuk melakukan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus yang ditangani KPK sejak 2020 hingga Maret 2021.
"Jadi di 2020 sampai Maret 2021, zaman pandemi ada 36 kasus terkait infrastruktur yang sedang ditangani KPK. Padahal pandemi. Jadi saat semua orang sibuk dengan kesehatan, ternyata konstruksi masih ada saja dan masih normal saja tingkatannya, banyak," tegas Pahala.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan sejak KPK berdiri yaitu 2004 hingga Juni 2021 lalu, dari 1.291 kasus korupsi yang ditangani kebanyakan terkait pengadaan infrastruktur.
"Terkait pengadaan di bidang konstruksi sepanjang tahun 2020 hingga Maret 2021, KPK telah menangani 36 kasus korupsi dengan berbagai modus seperti penyuapan, gratifikasi, nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) terlalu tinggi atau markup. Itu modus-modus dalam proses pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi," jelas Alexander.
BACA JUGA:
Sehingga, ia berharap Kementerian PUPR dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) memperbaiki sistem pengadaan. Termasuk mengoptimalisasi penggunaan e-Katalog terhadap pekerjaan konstruksi dan menstandardisasi HPS.
"HPS ini sering tidak seragam padahal speknya sama tapi HPSnya beda-beda tergantung di daerah mana proyek itu dikerjakan. Ini tentu menjadi pekerjaan Kementerian PUPR untuk menstandardisasi HPS maupun kualitas proyek yang dikerjakan," pungkasnya