Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku dapat laporan beberapa daerah mengakali proses pengadaan lewat e-catalog. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bingung dengan kondisi tersebut.

“Saya enggak tahu kita ini kalau untuk mengakali proses atau sistem itu sepertinya kok gampang,” kata Alexander dalam sambutannya saat menghadiri Rakornas Pencegahan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Gedung Juang KPK, Rabu, 6 Maret.

Alexander menyebut ada sejumlah kasus korupsi pengadaan barang dan jasa yang sudah ditanganinya, salah satunya Bupati Meranti M. Adil. “Itu korupsi pengadaan terkait perjalanan umroh. Mulai dari perencanaan, upload penawaran harga di dalam proses e-catalog dan eksekusi pengadaan barang dan jasa cepat sekali,” ungkapnya.

Kondisi ini menjadi salah satu contoh bagaimana proses e-catalog ternyata bisa diakali dan ada sejumlah daerah yang melakukannya, sambung Alexander. “Dengan cara antara penyedia barang dan jasa dengan pihak yang membutuhkan sepakat dulu,” jelasnya.

“Vendornya memiliki barang misalnya sepatu, mereka sepakat dengan yang membutuhkan barang dan ketika harga sudah disepakati vendor itu langsung memasukan ke dalam e-catalog dan di hari yang sama langsung dieksekusi,” sambung Alexander.

Setelah transaksi itu barang yang dimaksud akan dinyatakan terjual habis bahkan tak ada lagi di e-catalog. Adapun kesepakatan ini biasanya dibarengi pemberian fee.

“Kejadian yang ditemukan KPK dan aparat penegak hukum lain permintaan fee itu sudah menjadi hal yang lazim. Fee proyek antara 5-15 persen itu sesuatu yang lazim,” ujar Alexander.

Alexander menyebut pegawai di pemerintah daerah bukan tak tahu soal praktik semacam ini. “Tapi sering yang bapak ibu hadapi adalah ketika berhadapan dengan rekanan-rekanan yang dekat dengan pusat kekuasaan dan kalau di daerah dekat dengan kepala daerah,” pungkasnya.