Bagikan:

JAKARTA - Kantor Staf Presiden siap mengawal percepatan digitalisasi dalam sistem Pengadaan Barang dan Jasa (PJB) maupun audit. Terlebih pengadaan barang dan jasa masih menjadi modus tindak pidana korupsi kedua terbesar yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyampaikan ini saat menerima kedatangan Koordinator Pelaksana Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) sekaligus Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, di gedung Bina Graha Jakarta, Senin 14 Agustus.

"Pencegahan korupsi itu kuncinya di digitalisasi proses. KSP akan bantu percepatan penggunaan digitalisasi dalam pengadaan maupun e-audit," tegasnya.

"Kami akan buat memo ke Presiden," tandas Moeldoko.

Pernyataan Moeldoko ini menanggapi  laporan Semester I Stranas PK ke Presiden. Dalam laporannya, Koordinator Pelaksana Stranas PK sekaligus Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyampaikan implementasi sistem pencegahan korupsi sudah semakin baik. Namun masih ada kendala terutama pada sistem pengawasan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang belum mampu melakukan audit elektronik e-purchasing. Hal ini menyebabkan sistem tidak dapat diakses oleh inspektorat.

Menurut Pahala, sebenarnya untuk pengadaan di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sudah ada e-katalog. Namun tidak ada sistem terintegrasi untuk auditnya. "Sebenarnya bisa dikembangkan sistem e-audit. Indonesia bisalah, toh dasarnya sudah ada," ujarnya.

Masih kata Pahala, fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) selama ini juga masih lemah, karena terkendala kecukupan jumlah dan kompetensi SDM serta anggaran. Ditambah lagi di tingkat pusat belum ada kebijakan yang mengatur penataan pola kelembagaan APIP yang independen.

“Terutama dalam menindaklanjuti laporan hasil pengawasan yang bisa langsung disampaikan kepada Presiden,” jelasnya.

Sementara itu, Deputi V KSP, Jaleswari Pramodhawardani menekankan pentingnya tim Stranas PK berkolaborasi dengan berbagai pihak. Seperti masyarakat sipil pegiat anti korupsi, organisasi masyarakat keagamaan, swasta, sivitas akademika, dan media massa.

“Sebagai salah satu cara untuk melakukan evaluasi dampak dan komunikasi publik dalam pencegahan korupsi,” tutur Jaleswari.

Sebagai informasi, Stranas PK dibentuk sejak 2019, dan dikoordinasi lima kementerian/lembaga. Yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kantor Staf Presiden, Kementerian PAN-RB, Bappenas, dan Kemendagri.

Stranas PK sudah dirasakan dampaknya khususnya terkait digitalisasi pelayanan publik dan penyederhanaan proses bisnis. Seperti pada pelayanan pelabuhan, digitalisasi data dan proses bisnis lewat INAPORTNET dan INSW berhasil menurunkan port stay dari 3 hari menjadi 1 hari.  

Selain itu, digitalisasi pada pengadaan barang jasa pemerintah (e-katalog, sektoral, toko daring) menurunkan tingkat kemahalan harga sehingga mampu meningkatkan rerata efisiensi sebanyak 15 persen dibanding pengadaan secara konvensional.

Dampak positif lainnya, pemerintah juga mampu mencegah penyalahgunaan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) untuk menyembunyikan volume ekspor sebenarnya melalui Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA). Sehingga kebocoran negara dari batubara dapat ditekan sampai 50 persen.  

Stranas PK juga mendorong keterpadanan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga penerima bansos atau subsidi ganda atau fiktif dapat dicegah.