Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan hal yang paling rawan dikorupsi oleh pejabat Pemprov DKI.

Sebab, kata Alex, anggaran pengadaan barang dan jasa di lingkup DKI Jakarta sangat tinggi, mengingat APBD DKI per tahunnya bisa menyentuh angka Rp80 triliun. Dari tingginya nominal APBD DKI Jakarta, Alexander menyebut potensi kebocoran anggaran sangat tinggi.

Hal ini ia sampaikan saat acara bimbingan teknis (bimtek) bertajuk Keluarga Berintegritas Provinsi DKI Jakarta yang dihadiri Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria dan pejabat tinggi pratama Pemprov DKI.

"Di Jakarta, anggaran pengadaan barang dan jasa itu sangat tinggi karena dari APBD DKI saja sekitar Rp80-an triliun. Banyak kegiatan itu yang perlu menjadi perhatian bagi Pemprov DKI melakukan pengawasan ketat terkait pengadaan barang dan jasa," kata Alexander di Balai Kota DKI, Kamis, 17 Maret.

Salah satu kasus korupsi pengadaan barang dan jasa yang sedang ditangani oleh KPK adalah korupsi pembelian lahan di kawasan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur oleh mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C.Pinontoan.

Celah-celah terjadinya korupsi di Indonesia lainnya berkaitan dengan masalah perizinan, jual-beli jabatan, ini secara umum. Namun, jika di daerah, potensi korupsi paling rawan bukanlah pengadaan barang dan jasa, melainkan jual-beli jabatan.

"Kalau jual beli jabatan mungkin (kecil terjadi karena sistemnya) terbuka di Pemprov DKI. Tapi, di banyak daerah jual-beli jabatan masih ditemukan," ucap Alexander.

Alexander menyebut praktik korupsi yang dilakukan pejabat pemerintah bukan hanya didorong dari keinginan pribadi, namun juga masyarakatnya.

Menurut Alexander, ada saja masyarakat yang dengan sukarela memberi imbalan atau gratifikasi kepada pejabat hingga ASN atas layanan yang dilakukan.

"Kadang-kadang kita sendiri yang membuat pejabat, ASN, untuk berperilaku koruptif. Mengurus dokumen perizinan dan sebagainya, sudah dilayani, tapi rasanya masyarakat kita tidak cukup hanya dengan mengucapkan terima kasih, lalu memberikan sesuatu secara ikhlas," ungkap Alexander.

"Ini kan menyebabkan birokrasi ASN kita menjadi terbiasa menerima sesuatu dari masyarakat. Tolong, masyarakat, itu yang harus kita bangun sejak dini kita sadarkan untuk mencegah perilaku korupsi tadi," imbuhnya.