JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menjadi saksi meringankan di persidangan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjadikannya sebagai terdakwa.
Tak hanya Jokowi, SYL juga meminta kesediaan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, hingga Jusuf Kalla sebagai saksi meringankan.
"Yang jelas saksi a de charge sekitar dua orang, tapi secara resmi kami juga sudah bersurat kepada bapak presiden, kemudian kepada bapak wakil presiden, menko perekonomian, dan juga Pak Jusuf Kalla yang kami pikir mereka kan kenal dengan Pak SYL," ujar penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, kepada wartawan, Jumat, 7 Juni.
Nama-nama itu dimohonkan menjadi saksi meringankan karena mengetahui kinerja SYL ketika menjabat sebagai menteri pertanian.
Para petinggi itu diyakini bisa menyampaikan semua hal yang dilakukan SYL untuk kepentingan keluarga atau kemajuan Indonesia.
"Ketika permasalahan ini mulai terkuak di saat COVID-19, kita lihat di persidangan itu bahwa ada diskresi dari presiden maupun menteri terkait dengan keadaan tertentu, dan untuk itu lah kita berharap sekali bapak presiden sebagai penanggung jawab tertinggi di negara ini dan karena Pak SYL adalah salah satu pembantu dari beliau dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga pangan nasional, dan saya kira prestasi SYL yang Rp2.200 triliun yang setiap tahun itu kita minta klarifikasi," papar Koedoeboen.
"Terus juga mengonfirmasi kepada bapak presiden apakah yang disampaikan oleh beliau (SYL) selama persidangan itu benar atau tidak sehingga masyarakat lalu tidak menerka-nerka atau tidak berpolemik, sebetulnya yang dilakukan pak SYL untuk keluarga atau bangsa dan negara sih," sambungnya.
Kendati demikian, Koedoeboen menyatakan belum ada surat balasan dari nama-nama tersebut. Karena itu, pihaknya sudah mempunyai rencana lain bila Jokowi dan tokoh lainnya tak bisa menjadi saksi meringankan untuk kliennya.
"Kita juga sudah menyiapkan yang lain kalau sekiranya bapak presiden berhalangan, ada kesibukan negara, dan lain sebagainya. Tapi, sebetulnya kami berharap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan mestinya dalam situasi seperti ini beliau harus turun tangan, memberikan klarifikasi kepada publik, entah itu menyalahkan atau membenarkan atau meluruskan," kata Koedoeboen.
BACA JUGA:
Dalam perkara ini, SYL didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023.
Perbuatan ini dilakukannya bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
Uang ini digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, carter pesawat hingga umrah dan berkurban. Selain itu, ia turut didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.