Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera mengkritik pemotongan gaji karyawan swasta dan aparatur sipil negara (ASN) untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar 3 persen. 

Dia khawatir program yang dihembuskan Presiden Joko Widodo ini bakal berakhir seperi kasus mega korupsi Jiwasraya atau Asabri.

Awalnya Mardani memandang program Tapera ini sebaiknya dipandang secara holistik. Menurutnya, Pemerintah Jokowi menjelaskan roadmapnya terlebih dahulu agar rakyat mengetahuinya bukan mengedepankan pemotongan gaji. 

"Pemerintah salah, mengedepankan mandatori kewajiban memotong 3 persen di mana 2,5 dari pekerja dan 0,5 dari pemberi kerja mestinya pemerintah menjelaskan lebih dahulu gambaran besar dari Tapera ini," kata Ketua DPP PKS ini, dikutip dari akun X-nya, Rabu 29 Mei.

Dia juga menyorot masalah lahan untuk pembangunan rumah program Tapera yang berpotensi berdampak pada keluarnya lagi ongkos wajib pajak.  

"Potongan didahulukan tapi tidak jelas komitmen menyediakan tanah dari pemerintah seperti apa. Kalau dibangun jauh dari lokasi kerja nambah biaya transport," sambungnya.

Mardani memandang harus ada political will dari Pemerintah Jokowi karena belum ada penjelaskan apakah APBN atau APBD yang ditunjukkan untuk program Tapera ini.

Di satu itu, Mardani menilai pengelolaan program Tapera ini bakal ditangani oleh BP Tapera yang belum dikenal publik. 

Sebab itu, lanjut dia, sudah sepatutnya Pemerintah Jokowi menimbang ulang dengan menjelaskan lebih gamblang terlebih dahulu realisasi program Tapera. 

"Kita mesti hati-hati apalagi BP Tapera yang akan mengelola belum banyak dikenal dan belum dipercaya. Gimana kalau terjadi kasus seperti Jiwasraya ataupun Asabri," tandasnya.