DPRD Sebut Dugaan Korupsi Lahan Rumah DP Rp0 Akibat Anies Berikan Kewenangan
Gedung DPRD DKI Jakarta/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tertalu membebaskan anak buahnya dengan memberi kewenangan pembelian lahan rumah DP Rp0.

Akhirnya hal itu disalahgunakan anak buahnya. Yakni dijadikannya Direktur Eksekutif nonaktif Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan dalam kasus dugaan korupsi pembelian tanah rumah tanpa down payment (DP) tersebut.

"Pak Gubernur Anies memberikan kewenangan (membeli lahan) dan mungkin kewenangan itu disalahgunakan," kata Gembong saat dihubungi, Jumat, 12 Maret.

Menurut Gembong, program kepemilikan rumah bagi warga yang Gubernur DKI Anies Baswedan semasa kampanye Pilgub 2017 ini, sejak awal memang bermasalah. Dalam artian, sulit diimplementasikan di lapangan.

Sebab, kata Gembong, DP Rp0 bukanlah sebatas program perumahan karena berkaitan dengan kebijakan lain. Di antaranya adalah perbankan sebagai penyalur kredit rumah.

Memang, realisasinya perumahan baru terbangun di satu lokasi di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Saat ini, keluarga yang telah menghuni rumah DP Rp0 tak mencapai 1.000 unit.

Padahal, target jumlah rumah DP Rp0 yang harus dibangun selama kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebanyak 232.214 unit. Sebenarnya, peminat rumah DP Rp0 cukup tinggi, Sayangnya, banyak pendaftar yang tidak lolos verifikasi.

"Program DP nol rupiah ini bukan kebijakan tunggal, kan ada kaitan dengan kebijakan perbankan juga. Artinya, program ini bisa terimplementasikan apabila audah tersinkronisasi dengan beberapa aturan-aturan yang berkaitan dengan perkreditan," ungkap Gembong.

Kemudian, soal peruntukan. Semestinya, kata Gembong, program yang diberi nama Solusi Rumah Warga diperuntukkan bagi warga yang tak sanggup membeli rumah. 

"Seharusnya rumah DP Rp0 diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tetapi dengan bersyaratan harus berpenghasilan 7 juta ke atas kan bukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah lagi," ungkap Gembong.

"Jadi pertanyaannya, ini program untuk siapa? Kan enggak sesuai dengan yang direncanakan sejak awal," lanjutnya.