JAKARTA - Ketua Komisi B DRPD DKI Abdul Aziz mendesak Perumda Pembangunan Sarana Jaya mengembalikan anggaran sebesar Rp217 miliar. Uang ini digunakan untuk membeli tanah program rumah DP Rp0 di Munjul yang diduga dikorupsi.
Anggaran daerah itu telah dibayarkan Sarana Jaya kepada PT Adonara Propertindo untuk membeli lahan seluas 4,2 hektare.
"Kita menekankan kembali jangan sampai ada kerugian negara dari kasus kemarin. Uang (sekitar) Rp200 miliar harus kita tarik kembali, di luar proses hukum yang sedang dijalan," kata Aziz pada Rabu, 31 Maret.
Aziz mengaku selama ini DPRD DKI tidak mengintervensi terlalu dalam mengenai proses pengadaan lahan Sarana Jaya. Namun, saat dugaan korupsi tanah rumah DP Rp0 mencuat, DPRD merasa kecolongan.
"DPRD tidak masuk terlalu dalam atas proses pembuatan DP 0 rupiah. Kita hanya mereview proposal mereka secara umum dan global saja untuk mendapatkan PMD untuk pembuatan DP 0 rupiah," ungkap Aziz.
Oleh sebab itu, Azis ingin DPRD lebih memelototi program Sarana Jaya. "Semenjak kejadian ini, kami akan masuk lebih dalam agar tidak adalagi penyimpangan. Sebab ini tanggung jawab dewan sebagai pengawas. Kita imbau ini jangan sampai terulang lagi, SOP-nya segera diperbaiki," lanjutnya.
BACA JUGA:
Aziz juga mendesak Sarana Jaya memberikan informasi detail per lahan yang mereka beli, mulai dari ukuran lahan hingga biaya total per lahan, agar hal ini bisa diinformasikan ke warga Jakarta.
Sebab, menurut dia, pengusulan pengadaan lahan memiliki aspek legal yang jelas, seperti surat hak milik. Hal ini untuk mencegah dugaan korupsi pembelian lahan rumah DP Rp0 terjadi lagi.
"Kita mau tahu detail lokasinya di mana, lahannya berapa, dan sebagainya. Terlebih, tidak ada satu dokumen pun yang ada pembelian lahan ini akan dialokasikan untuk apa peruntukannya. Walaupun secara lisan mereka sudah menyebut ini untuk DP Rp0 rupiah," ungkap Aziz.
Menanggapi, Pelaksana tugas (Plt) Dirut Sarana Jaya Indra S. Arharrys mengaku pihaknya tidak semudah itu menarik uang yang sedang berperkara. Indra bilang, proses pengembalian kerugian negara bisa dilakukan jika dugaan kasus korupsi selesai diperkarakan.
"Kami masih berusaha seoptimal mungkin untuk pengambilan itu. Kita coba jalankan, tapi memang itu masih berproses. Kami menghormati proses hukum yang berlangsung. Kita tunggu saja hasilnya seperti apa," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK saat ini memang tengah mengusut kasus korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Tanah ini, nantinya bakal digunakan untuk membangun rumah dengan down payment atau DP Rp0 yang merupakan program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Meski belum diumumkan, berdasarkan surat panggilan seorang saksi, dalam perkara ini ada empat tersangka yang sudah ditetapkan oleh KPK. Tersangka pertama adalah Direktur Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, yang kini sudah dinonaktifkan dari jabatannya.
Selain itu, KPK juga menetapkan dua pihak swasta Anja Runtuwene, dan Tommy Ardian sebagai tersangka. Tak hanya itu, KPK juga menetapkan korporasi yakni PT Adonara Propertindo.
Keempat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.