JAKARTA - Penyelidik Hak Asasi Manusia PBB di Myanmar Thomas Andrews mengatakan, sedikitnya 70 orang pengunjuk rasa anti kudeta militer Myanmar tewas, sejak militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari lalu.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kamis 11 Maret kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa Swiss, Thomas Andrews rezim militer Myanmar disebut melakukan pembunuhan, penyiksaan dan penganiayaan yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dikatakan olehnya, lebih dari setengah dari mereka yang tewas berusia di bawah 25 tahun. Sementara, Lebih dari 2.000 orang telah ditahan secara tidak sah sejak rezim militer merebut kekuasaan dan kekerasan terhadap pengunjuk rasa terus meningkat.
"Negara Myanmar sedang dikendalikan oleh rezim yang membunuh dan ilegal. Ada banyak bukti video tentang pasukan keamanan yang dengan kejam memukuli pengunjuk rasa, petugas medis, dan pengamat," katanya melansir Reuters.
"Ada video mengejutkan setelah serangan, termasuk luka tembak yang fatal di kepala pengunjuk rasa, dan video tentara yang menyeret atau membawa mayat korban mereka," imbuhnya.
Chan Aye, sekretaris tetap Kementerian Luar Negeri Myanmar, mengatakan bahwa pihak berwenang telah fokus pada menjaga hukum dan ketertiban.
"Pihak berwenang telah menahan diri sepenuhnya untuk menangani protes kekerasan," katanya.
Andrews, mantan anggota Kongres AS, mengatakan hak-hak dasar atas kebebasan berekspresi dan berkumpul ditolak di Myanmar. Dia menyerukan untuk menjatuhkan sanksi multilateral pada para pemimpin junta, serta Perusahaan Minyak dan Gas milik militer Myanmar, yang pendapatannya dari proyek gas alam ditetapkan mencapai $ 1 miliar tahun ini.
“Sanksi hanya akan benar-benar efektif jika disatukan dan dikoordinasikan,” tukas Andrews.
Sementara itu, melansir The Irrawaddy sedikitnya 12 orang tewas sepanjang Kamis kemarin. Di Yangon, pengunjuk rasa bernama Ko Chit Mun Thu tewas dia ditembak mati di pagi hari. Peluru menembus perisai buatan ke kepalanya.
Sementara, satu korban tewas juga dilaporkan di Wilayah Bago dan Wilayah Mandalay. Di Kotapraja Myingyan, Wilayah Mandalay, Ko Htoo Aung Kyaw yang berusia 22 tahun, yang ditembak matanya pada hari Rabu saat tindakan keras, telah meninggal.
Korban tewas terbanyak pada Kamis kemarin dilaporkan terjadi di Kota Praja Myaing, Wilayah Magwe. Delapan pengunjuk rasa tewas ditembak di kota ini, sementara delapan lainnya luka tembak dengan dua di antaranya kritis.
BACA JUGA:
Seorang penduduk mengatakan, para pengunjuk rasa damai melakukan aksi duduk untuk menuntut pembebasan dua pengunjuk rasa muda. Tetapi, mereka langsung menghadapi aksi represif dan brutal rezim militer Myanmar.
“Ini sangat mengerikan. Bagaimana mereka bisa begitu brutal terhadap warga sipil? Kepala seseorang meledak dan otaknya jatuh di depan mata saya," tukasnya.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.